Sebuah kecelakaan mobil membuat saya melihat bahwa kehidupan lebih berharga daripada uang
Ada masa ketika yang aku pikirkan hanyalah uang. Kemudian, tiba-tiba aku mengalami kecelakaan mobil, dan di tengah ketidakberdayaan dan penderitaanku, firman Tuhanlah yang menunjukkan kepadaku alasan di balik mengapa selama ini aku hidup demi uang. Saat itulah, aku memasuki babak baru kehidupanku.
Aku tidak memiliki kualifikasi atau keterampilan, tetapi seorang lelaki kecil sekalipun bisa memiliki impian besar. Aku bermimpi suatu hari nanti menjadi orang kaya dan menjalani kehidupan kalangan atas. Aku bekerja sebagai tukang cor di sebuah pabrik dalam upayaku untuk menghasilkan lebih banyak uang daripada rekan-rekanku. Meskipun gajinya bagus, pekerjaannya sangat merusak kesehatan. Kebanyakan orang hanya dapat bekerja di tempat seperti itu selama 3-5 tahun karena seiring waktu, orang-orang cenderung terkena TB, asma, dan penyakit lainnya. Selain itu, pekerjaannya sangat berbahaya: Rekan-rekan kerjaku sering kali mengalami tangan terjebak dan hancur di dalam mesin, yang akhirnya membuat mereka cacat permanen. Namun, aku tidak memikirkan keselamatanku untuk menghasilkan lebih banyak uang, dengan mengambil risiko besar setiap hari untuk melakukan pekerjaan yang paling kotor dan paling melelahkan. Aku mempertaruhkan nyawaku selama enam tahun di lingkungan yang berbahaya dan menyiksa itu. Atasanku pada akhirnya memaksaku untuk mengundurkan diri karena takut aku akan jatuh sakit dan dia yang harus bertanggung jawab. Setelah itu, aku mulai bekerja keras di lokasi-lokasi konstruksi untuk menghasilkan uang. Apa pun yang terjadi, aku selalu pergi bekerja agar tidak ketinggalan jauh dari yang lain. Bahkan saat aku merasa lelah dan punggungku nyeri dan sakit, aku tidak melewatkan satu hari pun. Saat menyaksikan semakin banyak uang masuk, aku merasa semua kerja keras dan kelelahanku bermanfaat.
Dan kemudian, istriku menjadi orang percaya kepada Tuhan. Dia melihatku selalu sibuk ke sana kemari, berjuang keras untuk menghasilkan uang, jadi dia mendorongku untuk sama-sama percaya kepada Tuhan. Namun, aku masih percaya bahwa uanglah yang penting dan bahwa di dunia yang dikendalikan uang ini, tanpa uang, tidak ada yang bisa diraih. Istriku melihat bahwa uang telah membuatku menjadi tawanannya dan meminta saudara-saudari untuk memberitakan Injil kepadaku, tetapi aku tidak punya waktu untuk itu. Dengan dalih kebutuhan untuk mendapatkan lebih banyak uang, berkali-kali aku menolak keselamatan Tuhan. Kemudian tiba-tiba, sebuah kecelakaan mobil yang aku alami menjadi penyadaran akan semua hal buruk yang kulakukan ...
Suatu hari pada bulan Oktober 2014, pukul satu siang, aku perhatikan sudah hampir waktunya untuk berangkat kerja, jadi aku bergegas naik sepeda motor dan pergi. Sebuah truk menabrakku saat aku berbelok di sebuah persimpangan—aku tidak punya waktu untuk menghindarinya, tetapi hanya mendengar bunyi benturan. Aku terlempar lima meter bersama sepeda motorku. Setelah jatuh pingsan selama beberapa menit, dengan susah payah aku mengerahkan kekuatan untuk duduk, tetapi seluruh tubuhku mati rasa sehingga aku bahkan tidak merasa kesakitan. Aku tidak bisa mengerahkan kekuatan sedikit pun.
Aku mengangkat kaki celanaku dan melihat tulang betis kananku patah; dagingnya yang berdarah nyaris tidak disatukan oleh kulit. Bagian belakang kakiku berputar balik ke depan. Orang-orang yang berkerumun di sekelilingku membicarakan segala macam omong kosong. "Dia akan lumpuh setelah ini ...." "Aku khawatir dia akan berakhir di kursi roda." Mendengar hal ini bagiku sama menjengkelkannya seperti menerima hukuman penjara. Ada suara mendengung di kepalaku dan air mata mengalir begitu saja. Aku berpikir: Cukup sudah, hidupku benar-benar berakhir. Aku menghabiskan separuh hidupku berjuang menghasilkan uang hanya untuk berakhir lumpuh. Apa gunanya semua uang di dunia ini? Bagaimana aku bisa terus hidup jika menghabiskan sisa hidupku di atas kursi roda? Semakin aku memikirkannya, semakin aku menjadi kesal, dan aku diliputi kesakitan dan penderitaan. Rasanya seolah-olah langit telah runtuh. Sekitar 20 menit kemudian ambulans datang dan membawaku ke rumah sakit daerah di mana serangkaian tes menunjukkan bahwa tulang keringku patah parah, dan tulang fibulaku hancur. Aku harus menjalani operasi secepat mungkin.
Saat itu, istriku juga sudah bergegas ke rumah sakit. Aku dengan cepat dimasukkan ke ruang operasi. Setelah anestesi operasi hilang, aku merasa sangat kesakitan. Istriku dengan tenang menghiburku, mengatakan, "Aku akan mendoakanmu. Saat engkau menderita, berserulah pada Tuhan Yang Mahakuasa; Tuhan akan membantumu meringankan rasa sakitmu." Dia juga menyuruhku mendengarkan nyanyian rohani dari firman Tuhan, "Hanya Tuhan yang Paling Mengasihi Manusia." Aku mendengar istriku berkata Tuhan akan mengurangi rasa sakitku, jadi aku mendengarkan nyanyian pujian dari firman Tuhan itu terus-menerus. Luar biasa, hatiku tiba-tiba tenang dan rasa sakit fisikku banyak mereda. Setiap kali lukaku sakit, aku berteriak dalam hati, "Ya Tuhan! Lukaku sakit sekali, aku hampir tidak tahan. Tuhanku! Selamatkan aku!" Yang luar biasa adalah bahwa setiap kali aku berseru kepada Tuhan, rasa sakit fisikku berkurang banyak dan aku bisa merasakan Tuhan menolongku. Pada saat-saat itu, aku merasa memiliki sesuatu yang dapat diandalkan. Saudara-saudari mengetahui bahwa aku mengalami kecelakaan mobil dan mereka semua bergegas untuk menjengukku. Mereka bahkan lebih baik daripada keluarga sendiri meskipun kami tidak memiliki hubungan keluarga. Mereka dengan hangat menanyakan kesehatanku, mendorong dan menghiburku, mengatakan kepadaku agar tetap beriman dan berdoa lebih banyak lagi. Dalam dunia yang terobsesi dengan uang ini, di mana hati terasa beku dan belas kasih jarang terjadi, saudara-saudariku masih memedulikan aku seperti ini—kasih ini datang dari Tuhan. Aku sangat terharu.
Malam itu tidak ada orang lain di bangsal, dan istriku membacakan firman Tuhan untukku: "Bukan manusia yang berkuasa atas hidup dan mati, juga bukan makhluk apa pun di dunia alamiah, melainkan Sang Pencipta, yang otoritas-Nya unik. Kehidupan dan kematian manusia bukan produk hukum dunia alamiah, melainkan konsekuensi dari kedaulatan otoritas Sang Pencipta."
Istriku mengatakan kepadaku dalam persekutuan, "Kita tahu dari firman Tuhan bahwa Tuhan berkuasa atas segala sesuatu di alam semesta dan berdaulat atas kita sepanjang hidup kita. Nasib kita sepenuhnya berada di tangan-Nya. Meskipun kita tidak melihat Tuhan dengan mata duniawi kita, Dia tetap selalu bersama kita; siang dan malam, Dia mengawasi dan melindungi kita. Seperti halnya dalam kecelakaan yang engkau alami, sepeda motormu terlempar sejauh lima meter tetapi kepalamu dan sebagian besar tubuhmu yang lain baik-baik saja—hanya kakimu yang terkena. Tuhan diam-diam melindungimu. Jika tidak, engkau bahkan tidak akan selamat."
Mendengar firman Tuhan dan apa yang dibagikan oleh istriku kepadaku dalam persekutuan, hatiku sangat terharu. Aku teringat kembali saat aku tertabrak truk itu. Jika bukan karena perlindungan Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku! Terutama ketika rasa sakit di betisku menjadi tak tertahankan, aku hanya berdoa kepada Tuhan dan mendengarkan nyanyian pujian. Kemudian rasa sakitnya mereda. Melihat perbuatan Tuhan yang menakjubkan, aku tahu di dalam hatiku bahwa Tuhan benar-benar ada dan aku merasa bahwa Tuhan ada di sana mendukungku.
Setelah lukaku sedikit sembuh, aku diperbolehkan pulang dari rumah sakit untuk pemulihan di rumah. Selama waktu ini, aku menonton banyak video dari gereja, dan saudara-saudari sering datang ke rumahku untuk membagikan persekutuan tentang firman Tuhan. Aku senang mendengarkan mereka dan merasa bahwa firman Tuhan sungguh luar biasa. Dalam sebuah kebaktian, kami membaca bagian firman Tuhan berikut ini. Tuhan berfirman, "'Uang membuat dunia berputar' adalah salah satu falsafah Iblis, dan falsafah ini tersebar luas di tengah seluruh umat manusia, dalam setiap masyarakat. Dapat dikatakan bahwa ini adalah sebuah tren karena pepatah ini telah tertanam di dalam hati setiap orang. Pada awalnya, orang tidak menerima pepatah ini, tetapi mereka kemudian diam-diam menerimanya ketika mereka mulai berhubungan dengan kehidupan nyata, dan mulai merasa bahwa kata-kata ini sebetulnya benar. ... Apakah sulit untuk mengeluarkan ini dari hati seseorang? Ini sangat sulit! Tampaknya perusakan manusia oleh Iblis sudah sedemikian dalamnya! Jadi, setelah Iblis menggunakan tren ini untuk merusak manusia, bagaimana hal ini terwujud dalam diri mereka? Apakah engkau semua merasa bahwa engkau tidak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa uang, bahwa satu hari saja tanpa uang tak mungkin bagimu? Status orang didasarkan pada berapa banyak uang yang mereka miliki dan begitu pula kehormatan mereka. Punggung orang miskin membungkuk malu, sementara orang kaya menikmati status tinggi mereka. Mereka berdiri tegak dan bangga, berbicara keras-keras dan hidup dengan congkak. ... Iblis merusak manusia setiap saat dan di semua tempat. Iblis membuat mustahil bagi manusia untuk membela diri terhadap perusakan ini dan membuat manusia tidak berdaya melawannya. Iblis membuatmu menerima pemikirannya, sudut pandangnya, dan hal-hal jahat yang berasal darinya dalam keadaan engkau tidak mengetahuinya dan ketika engkau tidak menyadari apa yang sedang terjadi pada dirimu. Orang menerima hal-hal ini dan menerimanya ini tanpa kecuali. Mereka mencintai dan mempertahankan semua ini seperti harta yang sangat berharga, mereka membiarkan semua ini memanipulasi mereka dan mempermainkan mereka; beginilah bagaimana perusakan manusia oleh Iblis menjadi semakin mendalam."
Salah seorang saudari memberitahuku dalam persekutuan, "Kita telah dirusak oleh Iblis dan hidup berdasarkan gagasan yang ditanamkan oleh Iblis seperti: ‘Uang adalah yang utama,’ dan ‘Uang membuat dunia berputar.’ Kita berpikir bahwa dengan uang kita memiliki segalanya; jika engkau tidak punya uang, engkau tidak dapat membanggakan diri; engkau tidak dapat hidup sehari pun di dunia ini tanpa uang. Pepatah-pepatah Iblis ini telah lama menjadi bagian dari hidup kita dan kita tidak memikirkan apa pun selain uang di dalam pikiran kita. Mereka yang memiliki uang tidak akan pernah dapat merasa cukup dan mereka yang tidak memilikinya akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya. Seluruh umat manusia telah dirusak oleh kecenderungan jahat Iblis. Semua menyembah uang, menjadi budak uang, dan mempertaruhkan nyawa mereka demi uang. Bahkan ketika diberi keselamatan Tuhan, mereka tidak mau mengakuinya tetapi baru ketika menghadapi kematian, mereka menyadari bahwa hidup lebih penting daripada uang. Ambil contoh Wang dari desa kami—usianya 50 tahun lebih, seorang kontraktor tenaga kerja, dia memiliki dua rumah, sebuah mobil, dan memiliki ratusan ribu dalam bentuk tabungan. Tetap saja dia tidak pernah puas. Dia berjuang mati-matian untuk menghasilkan uang sampai akhirnya menderita kanker paru-paru, dan meninggal dunia dengan penuh penyesalan. Ada juga semua pengusaha terkenal yang telah menghasilkan jutaan, tetapi ketika mereka jatuh sakit, mereka menyadari bahwa nilai uang tidak lain hanyalah fatamorgana yang cepat berlalu. Manusia datang ke dunia ini tanpa uang dan pergi juga tanpa uang. Bahkan, sebanyak apa pun uang yang dimiliki seseorang, itu semua tidak berguna dalam menghadapi penyakit dan malapetaka. Uang tidak bisa memberi kita kehidupan itu sendiri. Hanya dengan berdiri di hadapan Tuhan, mencari kebenaran dan menyembah Tuhan, kita akan menerima pemeliharaan dan perlindungan Tuhan."
Mendengar firman Tuhan dan persekutuan dari saudari itu, aku tiba-tiba memahami: Gagasan bahwa, "jika engkau punya uang, engkau memiliki segalanya" dan "tanpa uang tidak ada yang dapat diraih," awalnya berasal dari Iblis. Namun, aku menganggap ini sebagai kata-kata bijak; gagasan itu telah mengendalikan aku sepanjang hidupku. Aku memikirkan kembali bagaimana aku telah dikuasai oleh gagasan-gagasan ini dan telah menganggap uang lebih penting daripada hidupku. Aku percaya bahwa uang adalah mata uang kehidupan—hanya dengan uang, orang lain akan menghormatimu. Aku bahkan rela mempertaruhkan nyawaku, sibuk ke sana kemari sepanjang hari, bekerja sepuluh jam atau lebih hanya demi mendapatkan lebih banyak uang. Apa pun yang terjadi, aku tidak pernah istirahat. Bahkan ketika punggungku nyeri dan sakit, aku tetap senang bekerja. Ketika saudara-saudari membagikan Injil kepadaku, berkali-kali aku selalu menolak mereka, takut kalau aku akan kehilangan kesempatan untuk menghasilkan uang. Baru setelah aku mengalami kecelakaan, keinginan kuat untuk terus hidup membuatku melihat jauh ke dalam diriku, dan aku mengerti apa yang sebenarnya kubutuhkan. Sambil berbaring di tempat tidur, aku memikirkan kembali tahun-tahun kerja keras yang pahit itu. Dalam upayaku untuk menghasilkan uang, aku telah membayar harga yang terlalu mahal. Hanya aku yang tahu penderitaan yang kualami. Meskipun aku telah menghasilkan sejumlah uang, uang itu tidak dapat menyelamatkanku dalam menghadapi krisis. Dalam menghadapi masalah kesehatanku, uang tidak dapat meringankan rasa sakitku sama sekali. Merenungkan kembali tahun-tahun itu, aku melihat bahwa Iblis telah membuatku terperangkap dalam jerat kebohongannya. Aku dipintal dalam lingkaran oleh manipulasi dan muslihat Iblis. Aku telah membayarnya dengan pikiran dan tubuhku, menjalani kehidupan yang sulit dan melelahkan. Bahkan ketika diberi keselamatan Tuhan, aku menolaknya. Aku melihat gagasan-gagasan jahat yang dengannya Iblis mencengkeram hatiku. Motifnya adalah menjauhkan aku dari Tuhan, untuk mencegahku menerima keselamatan Tuhan. Karena tidak mengindahkan apa yang diwahyukan dalam firman Tuhan, aku gagal memahami rencana jahat Iblis. Sekarang aku mengerti bahwa untuk hidup dengan baik di dunia ini, manusia tidak dapat bergantung pada uang. Kita hanya bisa mengandalkan Tuhan untuk bertahan hidup. Kecelakaan yang kualami telah menyadarkanku dan aku ingin mengubah cara pandangku tentang kehidupan. Aku tidak lagi mau mengejar keuntungan dengan mengorbankan hidupku atau membiarkan Iblis terus menyakiti dan menginjak-injakku.
Sejak itu, aku membaca firman Tuhan setiap hari, dan mendengarkan khotbah dan persekutuan. Aku merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang tak tertandingi. Kakiku juga perlahan-lahan pulih. Suatu malam, istriku memintaku untuk membaca firman Tuhan bersamanya. Aku melihat Tuhan berfirman, "Terlepas dari perbedaan dalam kemampuan, kecerdasan, dan tekad, semua orang adalah setara di hadapan nasib, yang tidak membedakan antara yang besar dan yang kecil, yang tinggi dan yang rendah, yang terpandang dan yang rata-rata. Pekerjaan apa pun yang dikejar seseorang, apa yang orang lakukan untuk mencari nafkah, dan berapa banyak kekayaan yang orang kumpulkan dalam hidup ini, itu tidaklah ditentukan oleh orang tua, talenta, upaya, ataupun ambisi seseorang, melainkan telah ditentukan dari semula oleh Sang Pencipta."
"Jika orang tidak memiliki Tuhan, jika orang tidak bisa melihat-Nya, jika ia tidak bisa dengan jelas mengenali kedaulatan Tuhan, setiap harinya menjadi tidak berarti, tidak bernilai, sungguh memilukan. Di mana pun seseorang berada, apa pun pekerjaannya, cara hidup dan pengejaran tujuan hidupnya tidak akan menghasilkan apa pun selain sakit hati dan penderitaan tanpa akhir, sampai-sampai ia tak tahan ketika melihat kembali masa lalunya. Hanya jika orang menerima kedaulatan Sang Pencipta, tunduk pada penataan dan pengaturan-Nya, dan mencari kehidupan manusia yang sejati, barulah ia akan berangsur-angsur mulai terbebas dari segala sakit hati dan penderitaan, dan menyingkirkan segala kekosongan hidup."
Istriku berkata, "Firman Tuhan sudah sangat jelas. Makna hidup terletak pada mengikuti firman Tuhan, menundukkan diri kita pada kedaulatan dan pengaturan Sang Pencipta. Hanya dengan cara itu kita dapat benar-benar menjalani hidup kita dengan baik. Tuhanlah yang menentukan berapa banyak kekayaan yang kita miliki dalam hidup ini. Apakah kita punya uang atau tidak, itu tidak bergantung pada kerja keras kita: Itu sepenuhnya tergantung pada rencana sang Pencipta untuk kita. Jika kita berpikir tentang masa lalu saat kita gagal mengenali kedaulatan Tuhan, kita terus berjuang melawan nasib kita, selalu berlari ke sana kemari demi menghasilkan uang. Kita bahkan rela menukar hidup kita dengan uang tanpa ragu sedikit pun. Kita menjalani hidup yang penuh kesulitan dan kelelahan, tidak mengalami kegembiraan dalam hidup. Itu semua karena kita tidak mengenal Tuhan dan tidak dapat tunduk pada apa yang telah Dia rancangkan untuk kita. Mulai sekarang, kita harus bertindak sesuai dengan firman Tuhan, belajar bagaimana tunduk kepada kedaulatan-Nya, dan mereformasi pemikiran kita yang salah dan absurd tentang mencintai uang seperti halnya kehidupan kita sendiri. Kemudian kita bisa menempuh jalan hidup yang benar, mencari kebenaran dan percaya kepada Tuhan."
Aku berkata, "Itu benar, sekarang aku mengerti setelah membaca firman Tuhan. Tentu Tuhanlah yang menentukan apakah seseorang akan kaya atau miskin dalam hidupnya. Sesibuk apa pun, aku tidak akan pernah melampaui kedaulatan Tuhan—pengalamanku cukup membuktikan hal itu. Sebelumnya aku berpikir bahwa jika aku punya uang, aku akan memiliki segalanya; dengan uang, aku bisa menjalani kehidupan kalangan atas, dan aku berjuang mati-matian untuk menghasilkan uang. Tetapi kecelakaan itu menyadarkanku; tidak ada uang sebanyak apa pun yang layak dipertukarkan untuk hidupku. Sekarang aku bersedia mengubah gagasan lamaku, tunduk pada kedaulatan dan kekuasaan Tuhan, dan menjadi seorang pria yang telah tunduk kepada Tuhan."
Istriku berkata, "Itu benar, kita hanya perlu percaya pada Tuhan dan mencari kebenaran, lalu kita akan mendapatkan berkat Tuhan."
Satu tahun kemudian, melalui belas kasihan Tuhan, kakiku pada dasarnya telah sembuh. Aku telah terbebas dari kursi roda dan tidak lagi membutuhkan tongkat; aku juga bisa melakukan pekerjaan ringan sekali lagi. Itu semua berkat Tuhan! Aku tidak lagi hidup dengan gagasan-gagasan Iblis yang absurd dan keliru. Sebaliknya aku tunduk dengan setia pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Tuhan tidak memperlakukanku dengan tidak adil. Seorang kerabatku yang menjalankan sebuah pabrik memberiku sepotong mesin agar aku bisa bekerja di rumah, yang pada dasarnya menyelesaikan masalah keuanganku. Sekarang aku menerima tugasku sebagai makhluk ciptaan: aku tidak berjuang mati-matian seperti sebelumnya. Meskipun tidak memiliki uang sebanyak dahulu, aku telah menemukan ketenangan pikiran. Aku hidup dengan perasaan kebebasan dan kemerdekaan. Tuhan memberiku jenis kasih yang istimewa melalui kecelakaan yang kualami. Dari lubuk hatiku yang terdalam aku sangat bersyukur kepada Tuhan!