Ayub Mengutuk Hari Dia Dilahirkan: Mengapa Tuhan Masih Melihat Dia sebagai Orang yang Benar?
Ketika kita berbicara tentang Ayub, orang-orang yang percaya kepada Tuhan tidak lagi asing mendengarnya. Dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan dan merupakan orang yang sempurna di mata Tuhan. Ketika hartanya dicuri, putra-putrinya kehilangan nyawa, dan bahkan ketika bisul-bisul perih tumbuh di sekujur tubuhnya, dia masih bisa memuji nama Tuhan dan menjadi kesaksian bagi Tuhan. Ketika kita mengagumi Ayub, kita tentu merasa bingung tentang kata-katanya "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung" (Ayub 3:3), yang diucapkan ketika dia menderita. Hari kelahiran manusia dan kehidupan daging dianugerahkan oleh Tuhan, tetapi Ayub tidak bersyukur atas kedaulatan Tuhan dan apa yang Dia anugerahkan tetapi malah mengutuk hari kelahirannya sendiri. Apa alasannya? Apakah Ayub mengeluh kepada Tuhan karena dia tidak tahan dengan rasa sakit? Jika demikian, mengapa Tuhan menilai dia "Tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan" (Ayub 1:8). Apakah karena penilaian Tuhan terhadap Ayub salah? Sama sekali tidak. Tuhan menyelidiki hati manusia yang paling dalam. Penilaian Tuhan tentang Ayub sebagai orang yang sempurna yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan sama sekali tidak salah. Jadi, mengapa Ayub mengutuk hari kelahirannya? Mari kita lihat apa yang firman Tuhan katakan.
Tuhan berkata "Aku sering mengatakan bahwa Tuhan melihat lubuk hati manusia, sedangkan manusia melihat aspek lahiriah orang lain. Karena Tuhan melihat lubuk hati manusia, Dia memahami hakikat mereka, sedangkan manusia mendefinisikan hakikat orang lain berdasarkan aspek lahiriahnya. Ketika Ayub membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya, tindakan ini mengejutkan semua tokoh rohani, termasuk ketiga teman Ayub. Manusia berasal dari Tuhan dan harus bersyukur atas jiwa dan raganya, serta hari kelahirannya, yang dianugerahkan kepadanya oleh Tuhan, dan dia tidak boleh mengutuknya. Ini adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan dipahami oleh orang biasa. Bagi siapa pun yang mengikut Tuhan, pemahaman ini sakral dan harus dihormati, dan itu adalah kebenaran yang tidak pernah bisa berubah. Sebaliknya, Ayub melanggar aturan itu: dia mengutuk hari kelahirannya. Ini adalah tindakan yang oleh orang biasa dianggap sebagai memasuki wilayah terlarang. Ayub bukan hanya tidak berhak mendapatkan pemahaman dan simpati orang lain, dia juga tidak berhak mendapatkan pengampunan Tuhan. Pada saat yang sama, bahkan lebih banyak orang menjadi ragu terhadap kebenaran Ayub karena tampaknya perkenanan Tuhan terhadapnya membuat Ayub berpuas diri; membuatnya begitu berani dan ceroboh sehingga dia tak hanya tidak bersyukur kepada Tuhan karena memberkatinya dan menjaganya selama hidupnya, tetapi dia juga mengutuk hari kelahirannya sampai kebinasaan. Apa namanya ini kalau bukan penentangan terhadap Tuhan? Kedangkalan pemahaman seperti ini memberi bukti kepada manusia untuk mengutuk tindakan Ayub ini, tetapi siapa yang dapat mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan Ayub pada waktu itu? Siapa yang dapat mengetahui alasan mengapa Ayub bertindak seperti itu? Hanya Tuhan dan Ayub sendiri yang tahu hal yang sebenarnya dan apa alasannya."
"Ketika Iblis mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, Ayub jatuh ke dalam cengkeramannya, tanpa sarana untuk melarikan diri atau kekuatan untuk melawan. Tubuh dan jiwanya menderita rasa sakit yang luar biasa, dan rasa sakit ini membuatnya sangat sadar akan ketidakberartian, kerapuhan, dan ketidakberdayaan manusia yang hidup di dalam tubuh. Pada saat yang sama, dia juga memperoleh penghargaan dan pemahaman yang mendalam tentang mengapa Tuhan ingin menjaga dan memelihara umat manusia. Dalam cengkeraman Iblis, Ayub menyadari bahwa manusia, yang terdiri dari darah dan daging, sebenarnya sangat tidak berdaya dan lemah. Ketika dia berlutut dan berdoa kepada Tuhan, Ayub merasa seolah-olah Tuhan sedang menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena Tuhan telah sepenuhnya menyerahkan dia ke dalam tangan Iblis. Pada saat yang sama, Tuhan juga menangis untuknya, dan selain itu, berduka baginya; Tuhan merasa sedih karena rasa sakit yang Ayub alami, dan merasa terluka karena luka yang Ayub alami .... Ayub merasakan kepedihan Tuhan dan juga merasakan betapa tak tertahankannya hal itu bagi Tuhan .... Ayub tidak mau lagi menimbulkan kesedihan bagi Tuhan, dan dia juga tidak ingin Tuhan menangis untuknya, apalagi melihat Tuhan sedih karena dirinya. Pada saat ini, Ayub hanya ingin melepaskan diri dari tubuhnya, agar tidak lagi menanggung rasa sakit yang ditimbulkan oleh tubuh ini, karena hal ini akan membuat Tuhan tidak lagi merasa tersiksa karena rasa sakit yang dialaminya—tetapi dia tidak bisa, dan dia harus menanggung tidak hanya rasa sakit pada tubuhnya, tetapi juga rasa tersiksa karena tidak ingin membuat Tuhan gelisah. Kedua rasa sakit ini—yang satu berasal dari tubuh, dan yang lain berasal dari roh—menimbulkan rasa sakit yang menyayat hati dan memilukan dalam diri Ayub, dan membuatnya merasakan bagaimana keterbatasan manusia yang terbuat dari darah dan daging dapat membuat orang merasa frustrasi dan tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini, kerinduannya kepada Tuhan semakin kuat, dan kebenciannya terhadap Iblis semakin kuat. Pada saat ini, Ayub lebih suka tidak pernah dilahirkan ke dunia manusia, lebih suka bahwa dia tidak ada, daripada melihat Tuhan menangis atau merasa sakit karena dia. Dia mulai sangat membenci tubuhnya, merasa jemu dan bosan dengan dirinya sendiri, dengan hari kelahirannya, dan bahkan dengan semua hal yang berhubungan dengan dirinya. Dia tidak mau lagi ada penyebutan hari kelahirannya atau apa pun yang berkaitan dengannya, dan karena itu dia membuka mulutnya dan mengutuk hari kelahirannya: 'Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya' (Ayub 3:3-4). Perkataan Ayub ini menunjukkan kebenciannya terhadap dirinya sendiri, 'Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung,' serta rasa bersalah yang dia rasakan terhadap dirinya sendiri dan rasa berutangnya karena telah menyebabkan kepedihan kepada Tuhan, 'Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya.' Kedua ayat ini adalah ungkapan terakhir tentang bagaimana perasaan Ayub saat itu, dan sepenuhnya menunjukkan hidupnya yang tak bercela dan kejujurannya kepada semua orang. Pada saat yang sama, sebagaimana yang diinginkan Ayub, iman dan ketaatannya kepada Tuhan, serta sikapnya yang takut akan Tuhan, benar-benar meningkat. Tentu saja, peningkatan seperti inilah yang justru merupakan hasil yang Tuhan harapkan."
Firman Tuhan mengungkapkan alasan mengapa Ayub mengutuk hari kelahirannya. Ketika pencobaan menimpa Ayub, dia kehilangan domba dan lembu serta semua harta benda dalam satu malam, putra dan putrinya ditimpa bangunan sehingga mereka mati, dan Iblis membuat dia menderita bisul busuk di sekujur tubuhnya, yang menyiksa daging dan tulangnya sampai batas yang tak tertahankan. Ketika dalam penderitaan, dia tidak mengeluh kepada Tuhan tetapi berdoa kepada Tuhan dalam hati dan mencari maksud Tuhan. Oleh karena itu, Ayub merasakan kejelekan, kejahatan dan kehinaan Iblis, dan memahami bahwa Iblis tidak ingin manusia menyembah Tuhan tetapi mencoba segala cara yang mungkin untuk membuat manusia menyangkal dan mengkhianati Tuhan. Pada saat yang sama, Ayub juga merasa bahwa ketika Iblis menindasnya, Tuhan menutupi wajah-Nya, hati-Nya sakit dan Dia tidak mau melihat manusia tersiksa di tengah penderitaan Iblis. Ketika Ayub merasa bahwa Tuhan sedih dan sakit karena dia, hatinya dipenuhi dengan celaan diri dan hutang. Dia tahu betul bahwa dia adalah manusia kecil dan dia tidak layak untuk mendapatkan belas kasihan dan perhatian dari Sang Pencipta. Sementara itu, dia benci bahwa dagingnya lemah dan rentan. Dia tidak mau membuat Tuhan tertekan, sedih dan sakit karena dia. Jadi, dia membuka mulutnya dan mengutuk hari dia dilahirkan dan lebih baik dia tidak hidup di dunia ini, daripada Tuhan merasakan sakit demi dia. Ayub menanggung kesengsaraan daging yang sangat besar, dan Dia mengucapkan kata-kata itu, "Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung" (Ayub 3:3). Dapat dilihat bahwa kutukan Ayub pada hari dia dilahirkan dalam penderitaannya bukanlah keluhan dan perlawanan kepada Tuhan tetapi merupakan manifestasi dari kasih, ketaatan dan perhatiannya kepada Tuhan.
Setelah memahami alasan mengapa Ayub mengutuk hari kelahirannya, mari kita pertimbangkan kembali: Meskipun kita tidak menghadapi ujian seperti Ayub, ketika penyakit atau bencana alam dan kemalangan akibat ulah manusia menimpa, apa yang harus kita lakukan? Kita sering memberikan perhatian pada daging, membela kepentingan kita sendiri, hidup dalam keadaan negatif dan menentang Tuhan atau berdoa agar Tuhan menghapus penderitaan kita. Ketika Tuhan tidak melakukan apa yang kita minta, kita akan kehilangan iman kepada-Nya, mengeluarkan keluhan besar terhadap-Nya dan bahkan mengembangkan hati yang mengkhianati-Nya. Di hadapan fakta, dapat dilihat bahwa kita hanya memikirkan apa yang kita peroleh atau yang hilang, tetapi tidak pernah memperhatikan kehendak Tuhan, atau mencari maksud Tuhan yang harus dilakukan untuk memuaskan Tuhan. Dibandingkan dengan Ayub, tidakkah kita berbeda jauh? Ketaatan, penghormatan, dan perhatian Ayub kepada Tuhan sangat berharga dan berada di luar jangkauan kita.
Jadi, kita harus meneladani Ayub. Ketika bencana alam dan kemalangan, ujian dan kesengsaraan buatan manusia menimpa kita, kita harus mengingat Tuhan, datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dengan hati yang taat, mencari kehendak Tuhan, mencari apa yang harus dilakukan untuk memuaskan kehendak Tuhan, dan memiliki kebulatan tekad bahwa lebih baik mengutuk diri kita sendiri daripada tidak memuaskan Tuhan. Kemudian, Tuhan akan memimpin kita dan memberi kita iman serta kekuatan. Dengan cara ini, kita dapat menjadi kesaksian dalam ujian dan menerima perkenanan serta berkat Tuhan.
- Catatan Editor
-
Setelah membaca artikel ini, Anda mungkin telah memahami alasan mengapa Ayub mengutuk hari kelahirannya. Jika Anda memiliki kebingungan dan pertanyaan lain, boleh menghubungi kami melalui obrolan langsung di bawah ini. Kami akan menjawab kebingungan dan pertanyaan Anda kapan saja.