82. Kemanusiaan Kristus dikuasai oleh keilahian-Nya. Meskipun Dia hidup dalam daging, kemanusiaan-Nya tidak sepenuhnya seperti manusia yang berasal dari daging. Dia memiliki karakter unik-Nya sendiri, dan ini pun dikuasai oleh keilahian-Nya. Keilahian-Nya tidak memiliki kelemahan; kelemahan Kristus mengacu pada kelemahan kemanusiaan-Nya. Sampai tingkat tertentu, kelemahan ini membatasi keilahian-Nya, tetapi batasan tersebut hanya dalam lingkup dan waktu tertentu, dan bukan tanpa batas. Ketika tiba saatnya untuk melaksanakan pekerjaan keilahian-Nya, pekerjaan itu dilakukan tanpa memandang kemanusiaan-Nya. Kemanusiaan Kristus sepenuhnya dikendalikan oleh keilahian-Nya. Terlepas dari kehidupan normal kemanusiaan-Nya, seluruh tindakan kemanusiaan-Nya dipengaruhi, dipelihara, dan diarahkan oleh keilahian-Nya. Meskipun Kristus memiliki kemanusiaan, hal itu tidak mengganggu pekerjaan keilahian-Nya. Hal ini karena kemanusiaan Kristus diarahkan oleh keilahian-Nya; meskipun kemanusiaan-Nya tidak matang dalam cara-Nya membawa diri di tengah orang lain, hal itu tidak memengaruhi pekerjaan normal keilahian-Nya. Saat Aku berkata kemanusiaan-Nya tidak terusakkan, maksud-Ku adalah kemanusiaan Kristus dapat secara langsung diperintah oleh keilahian-Nya, dan bahwa Dia memiliki nalar yang lebih tinggi daripada manusia biasa. Kemanusiaan-Nya paling tepat diarahkan oleh keilahian dalam pekerjaan-Nya; kemanusiaan-Nya paling sanggup mengungkapkan pekerjaan keilahian, juga paling sanggup tunduk pada pekerjaan itu. Karena Tuhan bekerja dalam daging, Dia tidak pernah melupakan tugas yang harus digenapi oleh manusia di dalam daging; Dia dapat menyembah Tuhan yang di surga dengan hati yang tulus. Dia memiliki hakikat Tuhan, dan identitas-Nya adalah identitas Tuhan itu sendiri. Hanya saja Dia telah datang ke bumi dan menjadi makhluk ciptaan, dengan wujud luar serupa makhluk ciptaan, dan kini memiliki kemanusiaan yang tidak Dia miliki sebelumnya. Dia mampu menyembah Tuhan yang di surga; inilah wujud Tuhan sendiri dan tidak dapat ditiru manusia. Identitas-Nya adalah Tuhan itu sendiri. Dari sudut pandang daginglah Dia menyembah Tuhan; oleh karena itu, perkataan "Kristus menyembah Tuhan di surga" tidaklah keliru. Hal yang diminta-Nya dari manusia adalah hakikat-Nya sendiri; Dia telah mencapai semua yang diminta-Nya dari manusia sebelum meminta hal itu dari mereka. Dia tidak akan menuntut apa pun dari orang lain sementara Dia sendiri terbebas dari hal itu, sebab semua ini membentuk hakikat-Nya. Dengan cara apa pun Dia melaksanakan pekerjaan-Nya, Dia tidak akan bertindak dengan cara yang tidak taat pada Tuhan. Apa pun yang diminta-Nya dari manusia, tuntutan-Nya tidak ada yang melebihi apa yang sanggup dicapai oleh manusia. Semua yang dilakukan-Nya adalah perihal melakukan kehendak Tuhan dan demi pengelolaan-Nya. Keilahian Kristus melampaui seluruh manusia; oleh karena itu, Dia memiliki otoritas tertinggi atas seluruh makhluk ciptaan. Otoritas ini adalah keilahian-Nya, yaitu watak dan hakikat Tuhan sendiri, yang menentukan identitas-Nya. Oleh karena itu, betapapun normalnya kemanusiaan-Nya, tidak dapat disangkal bahwa Dia memiliki identitas Tuhan itu sendiri; dari posisi mana pun Dia berbicara dan bagaimanapun Dia menaati kehendak Tuhan, tidak dapat dikatakan bahwa Dia bukanlah Tuhan itu sendiri.
Dikutip dari "Hakikat Kristus adalah Ketaatan pada Kehendak Bapa Surgawi" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"
83. Anak Manusia yang berinkarnasi mengungkapkan keilahian Tuhan melalui kemanusiaan-Nya dan menyatakan kehendak Tuhan kepada umat manusia. Dan melalui diri-Nya mengungkapkan kehendak dan watak Tuhan, Dia juga menyatakan kepada manusia sosok Tuhan yang tidak bisa dilihat atau disentuh yang berdiam di alam rohani. Apa yang manusia lihat adalah Tuhan itu sendiri dalam bentuk yang kasatmata, memiliki darah dan daging. Jadi, Anak Manusia yang berinkarnasi membuat hal-hal seperti identitas Tuhan itu sendiri, status, wujud, dan watak Tuhan, apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya menjadi konkret dan memiliki rupa manusia. Meskipun penampakan luar Anak Manusia memiliki batasan berkenaan dengan gambar diri Tuhan, esensi-Nya dan apa yang Dia miliki dan siapa diri-Nya sepenuhnya mampu merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri—hanya ada beberapa perbedaan dalam bentuk pengungkapannya. Kita tidak dapat menyangkal bahwa Anak Manusia merepresentasikan identitas dan status Tuhan itu sendiri, baik dalam bentuk kemanusiaan-Nya maupun dalam keilahian-Nya. Namun, selama waktu ini, Tuhan bekerja melalui daging, berbicara dari sudut pandang daging, dan berdiri di hadapan umat manusia dengan identitas dan status Anak Manusia, dan ini memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk menemui dan mengalami firman dan pekerjaan Tuhan yang nyata di antara manusia. Ini juga memungkinkan orang untuk mendapatkan wawasan tentang keilahian dan kebesaran-Nya di tengah kerendahhatian, sekaligus mendapatkan pemahaman dan definisi pendahuluan tentang autentisitas dan kenyataan diri Tuhan. Meskipun pekerjaan yang diselesaikan Tuhan Yesus, cara Dia bekerja, dan sudut pandang di mana Dia berbicara berbeda dari pribadi nyata Tuhan dalam alam rohani, segala sesuatu tentang Dia benar-benar merepresentasikan Tuhan itu sendiri, yang sebelumnya belum pernah dilihat manusia—hal ini tidak dapat dibantah! Dengan kata lain, dalam bentuk apa pun Tuhan menampakkan diri, dari sudut pandang mana pun Dia berfirman, atau dalam rupa apa pun Dia menghadapi manusia, Tuhan tidak merepresentasikan siapa pun selain diri-Nya sendiri. Dia tidak dapat merepresentasikan manusia mana pun—Dia tidak mungkin merepresentasikan manusia rusak mana pun. Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, dan hal ini tidak dapat dibantah.
Dikutip dari "Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri III" dalam "Firman Menampakkan Diri dalam Rupa Manusia"