Saudari Bai Xue:
Halo!
Dua hari yang lalu, aku tidak sengaja mengetahui bahwa suamiku berselingkuh, aku tidak dapat menerima kenyataan ini dan merasa seperti langit akan runtuh. Selama bertahun-tahun, hubungan kami sangat baik, dan kami mengalami pasang surut bersama. Aku tidak pernah berpikir bahwa dia akan mengkhianatiku, dan aku membenci suamiku karena tidak setia kepadaku. Aku juga berdoa kepada Tuhan dengan berlinang air mata, memohon Tuhan memberiku hati yang toleran dan sabar sehingga aku bisa memaafkannya. Tetapi sekeras apa pun aku berusaha menahan diri, aku tetap tidak bisa melepaskannya di dalam hatiku, dan aku tidak bisa menerapkan toleransi dan kesabaran. Aku merasa sangat menderita, dan aku tidak bisa menahan diri untuk bertengkar dengannya. Suamiku tidak punya niat untuk mengekang diri, dan hubungan di antara kami telah berubah dari akrab menjadi asing. Aku tidak tahu bagaimana memperlakukan dia atau pernikahan ini. Aku berpikir untuk bercerai dengan dia, tetapi jika aku kehilangan dia, aku tidak tahu bagaimana melanjutkan hidupku. Dalam hatiku, suamiku adalah segalanya bagiku. Aku sudah terbiasa dengan segala hal kecil tentang dia, dan aku hanya ingin mencintainya dan tetap bersama dia selama sisa hidupku. Tetapi dia mengkhianatiku. Aku merasa seolah-olah hatiku telah dikosongkan, aku tidak bersemangat sepanjang hari, seolah-olah aku sedang sakit parah, dan jiwaku sangat gelap dan menyakitkan. Tolong bantu aku, bagaimana aku bisa keluar dari penderitaan yang dibawa oleh pernikahan yang hancur?
Muzi
3 Februari 2024
Saudari Muzi:
Halo!
Setelah membaca surat saudari, aku sangat memahami suasana hatimu saat ini, Siapapun yang mengalami hal seperti itu akan merasa menderita. Karena di dalam hati, kita semua percaya bahwa memiliki pernikahan yang bahagia adalah kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, dan kita juga menempatkan kebahagiaan kita pada pasangan hidup kita. Ketika pasangan hidup kita jatuh cinta pada orang lain dan tidak setia pada pernikahan, kita merasa bahwa pernikahan yang bahagia hancur dalam sekejap, seolah-olah langit telah runtuh, dan suasana hati kita sangat buruk. Meskipun kita menaati firman Tuhan dan menerapkan kesabaran serta toleransi, kita tidak dapat menghadapi kenyataan ini dalam hati kita, dan jiwa kita sangat menderita. Beberapa orang bertengkar dengan suaminya demi menyelamatkan pernikahan mereka yang rusak, yang tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi juga membuat hubungan pernikahan semakin tegang. Mengapa kita begitu menderita ketika suami kita berselingkuh? Di satu sisi, kita tidak memiliki kearifan akan tren jahat sosial, dan di sisi lain, kita tidak bisa melihat jelas esensi pernikahan. Hanya firman Tuhan yang dapat mengungkapkan akar masalah ini. Aku juga ingin membagikan firman Tuhan kepada saudari, semoga firman Tuhan dapat membantu saudari keluar dari penderitaan pernikahan secepatnya.
Tuhan berfirman: "Bagaimana cara menyikapinya jika pasanganmu tidak setia? Engkau tidak boleh bertengkar dan membuat masalah, engkau juga tidak boleh membuat keributan. Hendaknya engkau memahami bahwa ketika hal ini terjadi maka langit tidak akan runtuh, impianmu akan tujuanmu juga tidak akan musnah, dan tentu saja bukan berarti pernikahanmu harus berakhir dan putus, apalagi pernikahanmu gagal atau bahwa itu telah sampai di ujung jalan. Hanya saja, karena setiap orang memiliki watak yang rusak, dan karena orang-orang dipengaruhi oleh tren jahat dan praktik-praktik umum dunia, dan mereka tidak memiliki kekebalan untuk melindungi diri mereka dari tren jahat, maka orang tidak dapat menghindari melakukan kesalahan, tidak setia, berselingkuh dalam pernikahan mereka, dan mengecewakan pasangannya. Jika engkau melihat masalah ini dari sudut pandang ini, maka ini bukanlah masalah besar. Semua keluarga pernikahan dipengaruhi oleh lingkungan umum dunia dan oleh tren jahat serta praktik umum masyarakat. Selain itu, dari sudut pandang individu, seseorang memiliki nafsu kedagingan, dan juga dipengaruhi oleh fenomena hubungan cinta antara pria dan wanita dalam film dan drama TV serta tren pornografi di masyarakat. Sulit bagi orang-orang untuk mematuhi prinsip-prinsip yang seharusnya mereka junjung. Dengan kata lain, sulit bagi orang-orang untuk mempertahankan landasan moral.” Dari firman Tuhan, kita dapat melihat bahwa banyak orang berselingkuh dan melakukan kesalahan dalam pernikahan terutama karena pengaruh tren jahat yang ada di masyarakat. Iblis menggunakan berbagai film dan drama TV, pornografi internet, dan berbagai novel roman untuk menanamkan berbagai pikiran jahat ke dalam diri manusia, seperti "cinta adalah yang tertinggi", "cinta itu tidak bersalah", "Memiliki istri atau suami di rumah tetapi juga mengambil kekasih", “Jika aku mati di bawah bunga peony (kiasan untuk wanita cantik), aku akan tetap menawan seperti hantu”, "Isi harimu dengan kesenangan karena hidup ini singkat”, "Lebih baik pernah mencintai dan kehilangan seseorang daripada tidak pernah mencintainya sama sekali", dll. Setelah orang menerima gagasan dan pandangan ini, mereka akan menjadi semakin jahat; laki-laki mulai mencari wanita simpanan, dan wanita mulai mencari kekasih dan menghidupi pria lain. Tidak ada yang berpikir bahwa ini adalah hal yang memalukan. Sebaliknya, mereka berpikir itu berarti mereka memiliki kemampuan. Mereka memperlakukan hal-hal jahat dan negatif ini sebagai hal positif untuk mengejar, memuaskan keinginan daging mereka sepuasnya, dan hidup dalam kejahatan dan perzinahan. Suami mengkhianati istrinya, istri mengkhianati suaminya, dan manusia menjadi semakin bejat. Faktanya, akar permasalahannya adalah perusakan manusia oleh Iblis. Tanpa kebenaran, manusia menjadi sangat rapuh dan tidak memiliki kemampuan untuk mengalahkan dosa. Hidup di dunia yang jahat ini dan menghadapi pikiran dan perkataan jahat yang mendominasi dunia, tanpa perlindungan dari Tuhan dan tanpa firman Tuhan yang menjadi pedoman kita, sulit bagi orang-orang untuk mengatasi tren jahat ini. Sama seperti suamimu yang berselingkuh, dia juga tergoda dengan tren jahat ini; terus terang, dia juga adalah salah satu korbannya. Tidak ada seorang pun yang mampu menolak tren jahat seperti ini, dan mudah bagi mereka untuk melakukan kejahatan dan melakukan hal-hal yang salah. Setelah kita melihat jelas masalah ini, kita dapat memahami mengapa perselingkuhan kini semakin banyak terjadi di keluarga, dan kita tidak akan membenci atau bertengkar dengan suami kita karena perselingkuhannya. Pertengkaran kita dengannya sama sekali tidak menyelesaikan masalah, malah membuat masalah semakin serius dan membuat kita semakin sengsara.
Ketika menghadapi suami yang berselingkuh, kita merasa seperti langit runtuh, sangat menderita, terutama karena kita tidak memiliki cara pandang yang benar tentang pernikahan. Tuhan berfirman: “Ketika orang menikah, mereka semua menganggap dirinya beruntung dan bahagia. Kebanyakan orang percaya bahwa ketika mereka menikah, pasangannya adalah simbol dari kehidupan masa depan yang mereka pilih dan tentu saja pernikahan mereka adalah tempat tujuan yang mereka cari dalam hidup ini. Apa artinya ini? Artinya setiap orang yang menikah percaya bahwa pernikahan adalah tempat tujuannya, dan begitu mereka menikah, maka pernikahan itu adalah tempat tujuannya. Apa yang dimaksud dengan “tempat tujuan”? Artinya sebuah pijakan. Mereka mempercayakan masa depan mereka, prospek mereka, dan kebahagiaan mereka pada pernikahan mereka dan juga pada pasangan yang mereka nikahi, dan karena itu setelah mereka menikah, mereka berpikir bahwa mereka tidak akan lagi menginginkan apa pun atau memiliki kekhawatiran apa pun lagi. Hal ini karena mereka merasa sudah menemukan tempat tujuannya, dan tempat tujuan tersebut adalah pasangannya sekaligus rumah yang mereka bangun bersama dengan orang tersebut. Sejak mereka menemukan tempat tujuannya, mereka tidak perlu lagi mengejar atau berharap pada apa pun.” “Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, engkau harus tunduk pada pengaturan dan penataan Tuhan tidak peduli apa pun hasilnya. Tentu saja, jika menyangkut pernikahan, tidak peduli keretakan apa yang muncul atau akibat apa yang timbul, apakah pernikahan itu berlanjut atau tidak, apakah engkau memulai kehidupan baru dalam pernikahanmu, atau apakah pernikahanmu berakhir saat itu juga, pernikahanmu tetap bukan tempat tujuanmu, begitu pula pasanganmu. Dia baru saja ditakdirkan oleh Tuhan untuk muncul dalam hidupmu dan keberadaanmu untuk berperan menemanimu dalam perjalanan hidupmu. Jika dia bisa menemani engkau sampai ke ujung jalan dan berjalan bersamamu sampai akhir, maka tidak ada yang lebih baik dari itu, dan engkau patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah-Nya. Jika dalam pernikahan ada suatu masalah, entah muncul keretakan atau terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki, dan pada akhirnya pernikahanmu kandas, bukan berarti engkau tidak memiliki tempat tujuan lagi, hidupmu kini dilempar ke dalam kegelapan, atau bahwa tidak ada cahaya, dan engkau tidak memiliki masa depan. Mungkin berakhirnya pernikahanmu adalah awal dari kehidupan yang lebih indah. Semua ini ada di tangan Tuhan, dan Tuhanlah yang mengatur dan menatanya. Mungkin berakhirnya pernikahanmu memberi engkau pemahaman dan kesadaran yang lebih mendalam terhadap pernikahan, serta pengertian yang lebih mendalam.” Setelah membaca dua paragraf ini, kita dapat memahami mengapa kita merasa seolah-olah langit akan runtuh ketika suami kita berselingkuh, hal ini terutama karena dipengaruhi dan diracuni oleh pemikiran dan perspektif seperti "pernikahan adalah reinkarnasi kedua bagi seorang wanita", “berpegangan tangan dan menghabiskan masa tua bersama", dan “Memilikimu dalam hidupku sudah cukup”, maka kita berpikir bahwa pernikahan adalah tempat tujuan seseorang, dan kita secara keliru menempatkan masa depan, nasib, kebahagiaan dan kegembiraan kita sepenuhnya pada pernikahan, dan mencurahkan seluruh tubuh, pikiran, dan energi kita kepada pasangan hidup kita. Di sisi lain, kita merasa pasangan hidup adalah takdir dan langit kita sendiri. Ketika pernikahan kita mengalami krisis dan kita akan kehilangan pasangan hidup kita, kita akan merasa seperti langit telah runtuh, dan kita tidak tahu bagaimana menjalani kehidupan di masa depan. Ini sangat menyakitkan, dan jiwa kita gelap dan tenggelam. Itu semua disebabkan oleh pengejaran kita yang salah dalam pernikahan. Pernikahan dan keluarga sudah ditetapkan oleh Tuhan bagi kita, namun kehendak Tuhan bukan agar kita hidup demi pernikahan di kehidupan ini. Sebenarnya, apapun status pernikahan kita, bahagia atau hancur, pernikahan bukanlah segalanya bagi kita, apalagi tempat tujuan kita. Ketika kita menikah dan menemukan pasangan hidup kita, bukan berarti kita telah menemukan akhir dari kebahagiaan, bukan berarti kita harus menempatkan kebahagiaan kita sepenuhnya pada pasangan hidup kita. Masih banyak hal lain dalam hidup yang telah Tuhan atur untuk kita, misalnya kita datang ke dunia ini, kita memiliki misi, amanat yang Tuhan berikan kepada kita, tuntutan Tuhan kepada kita, dan lain-lain. Inilah yang harus kita selesaikan dalam hidup. Pasangan hidup yang Tuhan atur untuk kita dalam pernikahan hanyalah pendamping dalam jalan hidup kita, dia tidak bisa menjadi ketergantungan kita, tidak bisa menyelesaikan penderitaan dalam jiwa kita, apalagi menyelesaikan berbagai penderitaan dan kesulitan yang kita temui di jalan hidup. Tuhanlah satu-satunya ketergantungan kita, Dia dapat membimbing kita jalan dan arah kemajuan kita. Tanpa suami sebagai pendamping bukan berarti hidup kita sudah berakhir; Tuhan akan terus memimpin kita; ketika hidup di hadapan Tuhan, kita tidak merasa kesepian atau hampa sama sekali, ada kedamaian dan ketenangan di dalam hati kita. Apa pun hasil akhir dari sebuah pernikahan, baik berlanjut atau putus, hendaknya kita menyikapinya dengan baik agar kita bisa menghadapi berbagai situasi yang muncul dalam pernikahan dengan tenang. Ketika kita mengandalkan Tuhan untuk mengejar kebenaran dan memiliki kepemimpinan serta bimbingan Tuhan, kita akan merasakan kedamaian dan sukacita di dalam hati kita. Ini seperti seorang saudari, suaminya berselingkuh dan dia bersikeras untuk menceraikannya. Keduanya bercerai. Saudari itu juga merasa menderita saat itu. Belakangan, melalui membaca firman Tuhan, dia menyadari bahwa suami dan istri hanyalah pasangan yang ditetapkan oleh Tuhan bagi kita, dan pernikahan bukanlah tempat tujuan manusia, dan bahwa ketika seseorang percaya kepada Tuhan, dia harus memilih untuk mengejar kebenaran dan menyembah Tuhan. Ini adalah jalan hidup yang benar. Setelah melihat jelas hal ini, dia tidak lagi memperhatikannya. Sebaliknya, dia sering datang ke hadapan Tuhan untuk berdoa dan mencurahkan pikiran dan hatinya untuk mengejar kebenaran. Dia menghadiri lebih banyak pertemuan daripada sebelumnya, dan dia biasanya memberitakan Injil dan melakukan beberapa pekerjaan gereja kapan pun dia punya waktu. Hatinya dipenuhi dengan kedamaian dan sukacita, dia hidup dengan mudah dan bebas, dan hidupnya juga terasa diperkaya. Dari sini kita dapat melihat bahwa dengan bimbingan Tuhan dan penyertaan Tuhan, hidup kita juga akan menjadi indah dan bahagia.
Mengenai bagaimana melakukan penerapan ketika hal seperti itu terjadi, firman Tuhan juga menunjukkan jalan. Tuhan berfirman: "Jika orang menerima pemahaman yang benar tentang pernikahan dari Tuhan, maka mereka akan berperilaku lebih rasional. Ketika hal seperti ini terjadi kepada mereka, orang normal akan merasa sakit hati, menangis, dan menderita. Namun ketika mereka menenangkan diri dan memikirkan firman Tuhan, memikirkan tentang lingkungan umum sosial, dan kemudian memikirkan tentang situasi sebenarnya, bahwa setiap orang memiliki watak yang rusak, mereka akan menangani masalah ini dengan rasional dan benar, dan mereka akan melepaskannya daripada berpegang erat padanya. Apa yang saya maksud dengan “melepaskannya”? Maksud-Ku, karena suamimu telah melakukan hal ini dan tidak setia pada pernikahanmu, engkau harus menerima kenyataan ini, duduk bersamanya dan bertanya, “Apa rencanamu? Apa yang akan kita lakukan sekarang? Apakah kita akan tetap mempertahankan pernikahan kita atau mengakhiri pernikahan dan memilih hidup secara terpisah?” Duduk saja dan bicara; tidak perlu berkelahi atau menimbulkan masalah. … … Dia berkata, “Aku berencana untuk terus mencoba bersama Anda.” Dan kemudian engkau berkata, “Jika demikian, mari kita terus mencoba. Jangan berselingkuh lagi, laksanakan tanggung jawabmu sebagai suami, dan kita bisa menarik garis batas dalam masalah ini. Jika engkau tidak bisa melakukan itu, maka kita akan putus dan berpisah. Tuhan mungkin telah menetapkan pernikahan kita harus berakhir di sini. Jika seperti itu, maka aku bersedia tunduk pada pengaturan-Nya. Engkau bisa mengikuti jalan yang luas, aku akan mengikuti jalan iman kepada Tuhan, dan kita tidak akan saling mempengaruhi. … …” Ketika hal ini terjadi, kita menerimanya terlebih dahulu, duduk dengan tenang dan rasional, dan berbicara dengan suami dengan tenang. Jika dia hanya melakukan kesalahan sesaat di bawah pengaruh tren jahat, dan sekarang dia menyadari kesalahannya dan sangat menyesal, mau bertobat, dan ingin terus mempertahankan pernikahan ini, maka hendaknya kita belajar memaafkannya dan memberinya kesempatan sekali. Jika dia tetap tidak bertobat dan tidak ada niat untuk berbalik, maka kita harus melepaskannya tanpa memaksanya, dan kita juga harus tunduk pada kedaulatan dan pengaturan Tuhan. Menerapkan dengan cara ini sejalan dengan kehendak Tuhan, dan hidup kita juga tidak menderita
Muzi, semoga komunikasi ini dapat membantumu, semoga Tuhan segera membawa saudari keluar dari bayang-bayang pernikahan, dan semoga jiwamu bebas dan terlepas, dan saudari dapat hidup dalam terang Tuhan dan menjadi bahagia! Jika saudari masih bingung, silakan menulis surat untuk berkomunikasi dengan kami!
Bai Xue
5 Februari 2024