Bisakah Kita Tetap Acuh Tak Acuh Saat Banjir Menghancurkan Rumah?

Brasil, negara yang terkenal dengan energi dan semangatnya yang dinamis, akhir-akhir ini diselimuti kesedihan. Negara bagian Rio Grande do Sul telah dilanda banjir besar, dengan akumulasi curah hujan dalam 10 hari terakhir mencapai jumlah yang biasanya terjadi dalam tiga bulan. Hujan deras tidak hanya menyebabkan banjir sungai dan menghanyutkan jalan serta jembatan, tetapi juga menenggelamkan ibu kota, Porto Alegre, ke dalam air. Bandara, jalan, dan lapangan sepak bola terendam seluruhnya. Bukan hanya Brasil; banyak negara dan wilayah seperti Uruguay, Texas di Amerika Serikat, Dubai di Uni Emirat Arab, dan Tiongkok bagian selatan juga dilanda hujan lebat dan banjir. Banjir yang mengamuk telah menelan banyak sekali rumah, merenggut banyak nyawa berharga, dan mengubah harapan dan impian masyarakat menjadi puing-puing. Selain itu, seringnya terjadinya peristiwa cuaca ekstrem seperti suhu tinggi, angin topan, badai debu, dan bencana alam lainnya di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir merupakan tanda peringatan, mengingatkan kita bahwa perubahan iklim mempengaruhi setiap sudut bumi dengan tingkat dan intensitas yang mengkhawatirkan. Banjir melanda kota-kota, mengubahnya menjadi tanah rawa; badai menderu, membuat rumah-rumah menjadi rata dengan tanah; badai debu melanda, mengubah langit menjadi kuning. Para ilmuwan mengatakan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia meningkatkan frekuensi kejadian cuaca ekstrem. Semua bencana ini menunjukkan perusakan alam yang kejam oleh manusia, yang pada akhirnya akan kembali menyerang kita.

Tuhan menciptakan dataran, gunung, sungai, lautan, hutan, padang rumput, gurun, dan lingkungan lainnya, serta menetapkan batas-batas baginya, semuanya untuk menyediakan lingkungan hidup yang indah bagi umat manusia dan semua makhluk hidup. Selain itu, Tuhan dengan tepat mengatur aspek-aspek seperti udara, suhu, suara, cahaya, dan aliran udara demi kelangsungan hidup umat manusia yang lebih baik di bumi. Tuhan menganugerahkan kepada kita planet yang indah dan sumber daya yang berlimpah ini agar kita bisa hidup bahagia di negeri ini, bukan untuk kita hancurkan dan rampas secara sembarangan. Namun, sebagai manusia, kita gagal menghargai lingkungan yang telah Tuhan ciptakan untuk kita. Kita mengabaikan hukum alam yang ditetapkan oleh Tuhan dan, didorong oleh keserakahan, dengan sembrono menjarah sumber daya bumi. Demi mengejar manfaat langsung, kita manusia dengan ceroboh menebang hutan, merusak tumbuh-tumbuhan alami, terus mengembangkan lahan, mengubah lahan subur yang diciptakan oleh Tuhan menjadi tanah telantar yang tandus, mengalihkan sungai, meratakan gunung, menimbun lautan, membangun pabrik, dan mendirikan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Seluruh bumi berada dalam reruntuhan, dan sumber udara serta air yang penting bagi kelangsungan hidup manusia sangat tercemar. Selain itu, kita telah melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah besar, menghancurkan Kutub Utara dan Selatan yang diciptakan Tuhan untuk mengatur suhu bumi, yang mengakibatkan peningkatan suhu global dan mempercepat pencairan gletser serta kenaikan permukaan laut. Peristiwa cuaca ekstrem semakin sering terjadi, menjerumuskan umat manusia dan semua makhluk hidup ke dalam situasi bencana. Firman Tuhan mengatakan: “Di lingkungan yang lebih besar, Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk saling memperkuat, saling bergantung, saling menguatkan, saling menahan, dan hidup berdampingan. Inilah metode dan pengaturan-Nya untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan keberadaan segala sesuatu; dengan cara ini, umat manusia dapat bertumbuh dengan selamat dan tenteram di dalam lingkungan hidup ini, untuk berkembang biak dari satu generasi ke generasi selanjutnya, bahkan hingga hari ini. Dengan kata lain, Tuhan membawa keseimbangan pada lingkungan alam. Jika Tuhan tidak berdaulat dan memegang kendali, lingkungan, bahkan sekalipun itu telah diciptakan oleh Tuhan, akan berada di luar kemampuan siapa pun untuk memelihara dan mempertahankannya tetap seimbang. Di beberapa tempat tidak ada udara, dan umat manusia tidak bisa bertahan hidup di tempat-tempat seperti itu. Tuhan tidak mengizinkanmu untuk pergi ke sana. Jadi, jangan pergi melampaui batas yang semestinya. Ini adalah untuk perlindungan umat manusia—terdapat misteri di dalam hal ini. Setiap aspek lingkungan, panjang dan luasnya bumi, setiap makhluk di bumi—baik yang hidup maupun yang mati—dirancang dan dipersiapkan oleh Tuhan sebelumnya. Mengapa hal ini diperlukan? Mengapa hal itu tidak diperlukan? Apa tujuan memiliki hal ini di sini dan mengapa hal ini harus bergerak ke sana? Tuhan telah memikirkan dengan saksama semua pertanyaan ini, dan tidak perlu bagi manusia untuk memikirkan tentang semua itu. Ada beberapa orang bodoh yang selalu berpikir akan memindahkan gunung, tetapi alih-alih melakukan itu, mengapa mereka tidak pindah saja ke dataran? Jika engkau tidak menyukai gunung, mengapa engkau tinggal di dekat gunung? Bukankah itu bodoh? Apa yang akan terjadi jika engkau memindahkan gunung? Badai dan gelombang besar akan datang dan rumah-rumah penduduk akan hancur. Bukankah ini kebodohan? Manusia hanya mampu menghancurkan. Mereka bahkan tidak dapat mempertahankan satu-satunya tempat yang harus mereka tinggali, dan sekalipun demikian mereka ingin menyediakan kebutuhan segala sesuatu. Ini tidak mungkin.

Tuhan mengizinkan manusia mengelola segala sesuatu dan berkuasa atas semua itu, tetapi apakah manusia melakukan tugasnya dengan baik? Manusia menghancurkan apa pun yang bisa dihancurkannya. Manusia sama sekali tidak dapat menjaga segala sesuatu yang Tuhan ciptakan baginya untuk tetap dalam kondisi aslinya—dia telah melakukan yang sebaliknya dan menghancurkan ciptaan Tuhan. Umat manusia telah memindahkan gunung, mengambil kembali tanah dari laut dan mengubah dataran menjadi gurun pasir di mana tak satu pun manusia dapat hidup. Namun, di gurun pasirlah manusia telah mendirikan industri dan membangun pangkalan nuklir, menabur kehancuran di mana-mana. Sekarang sungai bukan lagi sungai, laut bukan lagi laut .... Setelah manusia menghancurkan keseimbangan lingkungan alam dan aturan-aturannya, hari kehancuran dan kematiannya pun tidak jauh lagi; itu tidak bisa dihindari. Ketika bencana datang, umat manusia akan tahu betapa berharganya segala sesuatu yang Tuhan ciptakan baginya dan betapa pentingnya itu bagi umat manusia.(Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VII)

Ketika banjir melanda rumah-rumah, angin topan meluluhlantakkan kota-kota, badai debu mengaburkan langit, dan panas terik membakar bumi... bisakah kita tetap bersikap acuh tak acuh? Mungkin kita tidak bisa menghentikan hujan lebat, mengendalikan angin topan, mengubah gurun menjadi lahan subur, atau memulihkan lapisan ozon di atmosfer… tapi Tuhan mampu mengubah semua ini. Namun, meskipun Tuhan belum mengubah hal-hal ini, apa yang dapat kita lakukan untuk memperbaiki lingkungan hidup kita? Pertama, kita harus mengakui kesalahan kita dan bertobat kepada Tuhan; kedua, kita harus menghargai lingkungan hidup yang telah Tuhan ciptakan untuk kita, menghentikan perusakan, dan kembali pada ajaran Tuhan. Tuhan berfirman, “Bagi manusia, hidup di lingkungan yang angin dan hujannya turun pada waktunya adalah seperti hidup di surga. Manusia tidak menyadari bahwa ini adalah berkat, tetapi pada saat mereka kehilangan semua itu, mereka akan melihat betapa langka dan berharganya hal itu. Dan begitu sudah hilang, bagaimana manusia mendapatkannya kembali? Apa yang bisa manusia lakukan jika Tuhan tidak mau menciptakannya kembali? Adakah yang bisa engkau semua lakukan? Sebenarnya, ada sesuatu yang bisa engkau lakukan. Ini sangat sederhana—ketika Aku memberitahukannya kepadamu apakah hal itu, engkau semua akan segera mengetahui bahwa hal itu bisa dilakukan. Bagaimana manusia bisa mendapati dirinya telah berada dalam keadaan keberadaannya saat ini? Apakah karena keserakahan dan penghancuran yang dilakukannya? Jika manusia mengakhiri penghancuran ini, bukankah lingkungan hidupnya lambat laun akan memperbaiki dirinya sendiri? Jika Tuhan tidak melakukan apa pun, jika Tuhan tidak lagi ingin melakukan apa pun bagi umat manusia—dengan kata lain, jika Dia tidak campur tangan dalam masalah ini—maka solusi terbaik umat manusia adalah menghentikan semua penghancuran dan membiarkan lingkungan hidup mereka untuk kembali ke keadaan alaminya. Menghentikan semua penghancuran berarti menghentikan perampasan dan perusakan hal-hal yang telah Tuhan ciptakan. Melakukannya akan memungkinkan lingkungan tempat manusia tinggal untuk pulih secara bertahap, sementara kegagalan untuk melakukannya akan menghasilkan lingkungan hidup yang jauh lebih menjijikkan yang kerusakannya akan berlangsung semakin cepat seiring waktu.(Firman, Jilid 2, Tentang Mengenal Tuhan, Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik VII)

Pada saat ini, mungkin kita bisa menyadari bahwa kita akan membayar harga yang menyakitkan atas tindakan kita hari ini. Banjir, angin topan, badai debu, dan bencana lainnya bukanlah bencana yang disebabkan oleh Tuhan, melainkan bencana yang disebabkan oleh manusia, yang merupakan buah dari keserakahan manusia. Kita harus menghentikan kehancuran. Namun, untuk mencapai hal ini, pertama-tama kita harus mengatasi keserakahan yang ada di dalam hati manusia. Namun, kita sendiri tidak dapat melakukan hal tersebut karena manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Hikmat dan kekuatan manusia terbatas, tidak mampu mengubah watak rusak dalam diri kita secara mendasar. Hanya Tuhan yang mampu menyelamatkan kita dari kerusakan.

Jadi bagaimana Tuhan menyelamatkan kita? Yesus Kristus telah lama bernubuat, “Ada banyak hal lain yang bisa Kukatakan kepadamu, tetapi engkau tidak bisa menerima semuanya itu saat ini. Namun, ketika Dia, Roh Kebenaran itu, datang, Dia akan menuntun engkau sekalian ke dalam seluruh kebenaran(Yohanes 16:12–13). “Sucikanlah mereka dengan kebenaran-Mu: firman-Mu adalah kebenaran(Yohanes 17:17). Nubuatan-nubuatan ini kini telah terjadi. Tuhan Yesus telah datang kembali dan mengungkapkan semua kebenaran yang diperlukan untuk menyelamatkan umat manusia. Dia akan menyelamatkan kita dari dosa, membebaskan kita dari belenggu berbagai kerusakan, dan mengubah watak kita yang rusak. Pada akhirnya, seiring dengan perubahan manusia, langit dan bumi juga akan berubah. Semua kerusakan dan kekotoran akan hilang, semuanya akan kembali ke keadaan semula, dan umat manusia akan mendapatkan kembali statusnya sebagai tuan atas segala sesuatu, mengelola segala sesuatu sesuai dengan tuntutan Tuhan. Manusia dan seluruh ciptaan akan saling bergantung satu sama lain, hidup bersama secara harmonis. Pada saat itu, kerajaan Tuhan akan sepenuhnya turun ke bumi, dan manusia akan hidup bersama Tuhan dalam kerajaan yang indah. Inilah tujuan akhir Tuhan.

Terakhir, kami ingin membagikan satu bagian dari firman Tuhan. Mari kita bersama-sama menikmati indahnya kedatangan kerajaan Tuhan. Tuhan berfirman, “Ketika kerajaan sepenuhnya turun ke bumi, semua orang akan kembali memiliki keserupaan dengan manusia yang semula. Karena itu Tuhan berkata: "Aku menikmati semuanya dari atas takhta-Ku, dan Aku tinggal di antara bintang-bintang. Para malaikat mempersembahkan lagu-lagu baru dan tarian baru kepada-Ku. Kerapuhan mereka tidak lagi menyebabkan air mata mengalir di wajah mereka. Aku tidak lagi mendengar suara tangisan para malaikat di hadapan-Ku, dan tidak ada lagi orang yang mengeluh tentang kesusahan kepada-Ku." Hal ini menunjukkan bahwa pada hari Tuhan memperoleh kemuliaan yang sempurna, manusia menikmati istirahatnya; orang tidak lagi tergesa-gesa sebagai akibat gangguan Iblis, dunia berhenti bergerak maju, dan orang hidup dalam ketenangan—karena tak terhitung banyaknya bintang di langit diperbarui, dan matahari, bulan, bintang, dan sebagainya, serta semua gunung dan sungai-sungai di surga dan di bumi, semuanya mengalami perubahan. Dan karena manusia telah berubah, dan Tuhan telah berubah, maka segala hal lainnya juga akan berubah. Inilah tujuan akhir dari rencana pengelolaan Tuhan, dan inilah yang pada akhirnya akan tercapai.(Firman, Jilid 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, Penafsiran Rahasia "Firman Tuhan kepada Seluruh Alam Semesta, Bab 20)

Share
Read more!
Read more!