Menu

Iblis Sekali Lagi Mencobai Ayub (Bisul yang Busuk Bermunculan di Sekujur Tubuh Ayub) (Bagian 1)

1. Firman yang Diucapkan Tuhan

Ayub 2:3 Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan.”

Ayub 2:6 Maka Yahweh berfirman kepada Iblis: “Lihat dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya.”

2. Perkataan yang Diucapkan oleh Iblis

Ayub 2:4-5 Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: “Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu.”

3. Bagaimana Ayub Menangani Ujian

Ayub 2:9-10 Lalu kata istrinya kepadanya: “Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutukilah Tuhan dan matilah!” Tetapi dia menjawab istrinya: “Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?” Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya.

Ayub 3:3-4 Kiranya hari kelahiranku lenyap, dan malam yang mengatakan, Ada anak lelaki sedang dikandung. Biarlah hari itu menjadi kegelapan; Janganlah kiranya Tuhan yang di atas mengindahkannya, dan janganlah terang menyinarinya.

Cinta Ayub akan Jalan Tuhan Melampaui Segalanya

Alkitab mencatat perkataan yang diucapkan antara Tuhan dan Iblis sebagai berikut: “Lalu Yahweh berkata kepada Iblis, Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub, tidak ada seorang pun seperti dia di bumi, yang demikian tak bercela dan jujur, yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan? Dia tetap memegang teguh kesalehannya, sekalipun engkau telah membujuk Aku untuk melawannya, menghancurkannya tanpa alasan” (Ayub 2:3). Dalam percakapan ini, Tuhan mengulangi pertanyaan yang sama kepada Iblis. Ini adalah pertanyaan yang menunjukkan kepada kita penilaian tegas Tuhan Yahweh mengenai apa yang ditunjukkan dan dihidupi oleh Ayub selama ujian pertama, dan penilaian yang tidak berbeda dengan penilaian Tuhan tentang Ayub sebelum dia mengalami pencobaan Iblis. Dengan kata lain, sebelum pencobaan itu menimpanya, di mata Tuhan, Ayub tak bercela, dan dengan demikian Tuhan melindungi dia dan keluarganya, dan memberkatinya; dia layak diberkati di mata Tuhan. Setelah pencobaan, Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya karena dia telah kehilangan harta benda dan anak-anaknya, tetapi terus memuji nama Yahweh. Perilaku nyata yang ditunjukkannya membuat Tuhan memujinya, dan karena itu, Tuhan memberinya nilai sempurna. Karena di mata Ayub, keturunannya atau kekayaannya tidak cukup untuk membuatnya meninggalkan Tuhan. Dengan kata lain, tempat Tuhan di dalam hatinya tidak dapat digantikan oleh anak-anaknya atau harta benda apa pun. Selama pencobaan pertama Ayub, dia menunjukkan kepada Tuhan bahwa kasihnya kepada Tuhan dan cintanya pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan melampaui segalanya. Ujian ini semata-mata memberi Ayub pengalaman menerima upah dari Tuhan Yahweh serta harta benda dan anak-anaknya diambil oleh-Nya.

Bagi Ayub, ini adalah pengalaman sejati yang mencuci bersih jiwanya, ini adalah baptisan kehidupan yang memenuhi keberadaannya, dan selain itu, ini adalah pesta mewah yang menguji ketundukannya dan rasa takutnya akan Tuhan. Pencobaan ini mengubah kedudukan Ayub dari orang kaya menjadi orang yang tidak punya apa-apa, dan ini juga membuat Ayub mengalami penyiksaan Iblis terhadap umat manusia. Kemelaratannya tidak menyebabkan dia membenci Iblis; sebaliknya, dalam tindakan keji Iblis dia melihat keburukan dan kehinaan Iblis, serta permusuhan dan pengkhianatan Iblis terhadap Tuhan, dan ini semakin mendorongnya untuk selamanya berpegang teguh pada jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Tuhan dan berpaling dari jalan Tuhan oleh karena faktor lahiriah seperti harta benda, anak-anak atau kerabat, dan dia juga tidak akan pernah menjadi budak Iblis, budak harta, atau budak siapa pun; selain Tuhan Yahweh, tidak ada yang bisa menjadi Tuannya atau Tuhannya. Begitulah harapan Ayub. Di sisi lain, Ayub juga memperoleh sesuatu dari pencobaan ini: dia memperoleh kekayaan besar di tengah ujian yang diberikan Tuhan kepadanya.

Selama hidup Ayub di sepanjang beberapa puluh tahun sebelumnya, dia telah melihat perbuatan Yahweh dan memperoleh berkat Tuhan Yahweh untuk dirinya. Semua itu adalah berkat yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan berutang, karena dia percaya bahwa dia belum melakukan apa pun untuk Tuhan, tetapi telah diwariskan dengan berkat yang begitu besar dan menikmati begitu banyak kasih karunia. Karena alasan ini, dia sering berdoa di dalam hatinya, berharap bahwa dia akan mampu membalas kebaikan Tuhan, berharap bahwa dia akan mendapat kesempatan untuk memberi kesaksian tentang perbuatan dan kebesaran Tuhan, dan berharap bahwa Tuhan akan menguji ketundukannya, dan selain itu, berharap imannya dapat dimurnikan, sampai ketundukan dan imannya memperoleh perkenanan Tuhan. Kemudian, ketika ujian menimpa Ayub, dia percaya bahwa Tuhan telah mendengar doanya. Ayub menghargai kesempatan ini lebih dari apa pun, dan dengan demikian dia tidak berani menyepelekannya, karena keinginannya yang terbesar seumur hidup dapat terwujud. Datangnya kesempatan ini berarti bahwa ketaatan dan takutnya akan Tuhan dapat diuji, dan dapat disucikan. Selain itu, itu berarti bahwa Ayub mendapat kesempatan untuk memperoleh perkenanan Tuhan, sehingga membuatnya semakin dekat dengan Tuhan. Selama ujian, iman dan pengejaran seperti ini memungkinkan Ayub untuk menjadi lebih tidak bercela, dan mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang maksud Tuhan. Ayub juga menjadi lebih bersyukur atas berkat dan kasih karunia Tuhan, di dalam hatinya dia memberikan pujian yang lebih besar atas perbuatan Tuhan, dan dia semakin takut dan hormat kepada Tuhan, dan lebih rindu akan keindahan, kebesaran, dan kekudusan Tuhan. Pada saat ini, meskipun di mata Tuhan Ayub tetap merupakan orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, sehubungan dengan pengalamannya, iman dan pengetahuan Ayub telah maju dengan pesat: imannya telah meningkat, ketaatannya semakin mantap, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin mendalam. Meskipun ujian ini mengubah roh dan kehidupan Ayub, perubahan semacam ini tidak memuaskan Ayub, dan perubahan ini juga tidak memperlambat kemajuannya. Pada saat yang sama ketika menghitung apa yang telah dia peroleh dari ujian ini, dan mempertimbangkan kekurangannya sendiri, dia diam-diam berdoa, menunggu ujian berikut untuk dialaminya, karena dia sangat ingin iman, ketaatan, dan rasa takutnya akan Tuhan menjadi semakin meningkat selama ujian dari Tuhan selanjutnya.

Tuhan mengamati pikiran terdalam manusia serta semua yang manusia katakan dan lakukan. Pikiran Ayub sampai ke telinga Tuhan Yahweh, dan Tuhan mendengar doa-doanya, dan dengan demikian ujian dari Tuhan berikutnya untuk Ayub tiba seperti yang diharapkan.

Di Tengah Penderitaan yang Ekstrem, Ayub Benar-benar Menyadari Kepedulian Tuhan bagi Umat Manusia

Setelah beberapa pertanyaan Tuhan Yahweh kepada Iblis, Iblis diam-diam merasa senang. Ini karena Iblis tahu bahwa dia akan diizinkan sekali lagi untuk menyerang orang yang tak bercela di mata Tuhan—bagi Iblis, ini merupakan kesempatan yang langka. Iblis ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sepenuhnya merusak keyakinan Ayub, untuk membuatnya kehilangan imannya kepada Tuhan dan dengan demikian tidak lagi takut akan Tuhan atau memuji nama Yahweh. Ini akan memberi Iblis sebuah kesempatan: apa pun tempat atau waktunya, Iblis akan dapat menjadikan Ayub sebagai mainan yang berada di bawah kendalinya. Iblis menyembunyikan niat jahatnya tanpa jejak, tetapi dia tidak dapat mengendalikan natur jahatnya. Fakta ini diisyaratkan dalam jawabannya terhadap perkataan Tuhan Yahweh, sebagaimana dicatat dalam Alkitab: “Dan Iblis menjawab Yahweh, dan berkata: ‘Kulit ganti kulit! Ya, semua yang dimiliki manusia akan diberikannya ganti nyawanya. Tetapi ulurkan tangan-Mu dan sentuhlah tulang dan dagingnya, maka dia pasti akan mengutuki Engkau di hadapan-Mu’” (Ayub 2:4-5). Tidak mungkin untuk tidak memperoleh pengetahuan yang sesungguhnya dan perasaan jahat Iblis dari percakapan antara Tuhan dan Iblis ini. Setelah mendengar pernyataan Iblis yang keliru ini, semua orang yang mencintai kebenaran dan membenci kejahatan pasti akan semakin membenci kehinaan dan sikap tak tahu malu Iblis, akan merasa jijik dan muak dengan pernyataan Iblis yang keliru, dan pada saat yang sama, berharap bisa menaikkan doa yang khusyuk dan harapan tulus untuk Ayub, berdoa agar orang yang jujur ini dapat mencapai kesempurnaan, berharap bahwa orang yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan ini akan selamanya mengalahkan pencobaan Iblis, dan hidup dalam terang, di tengah bimbingan dan berkat Tuhan; demikian pula, orang-orang semacam itu akan berharap agar perbuatan baik Ayub selamanya dapat memacu dan mendorong semua orang yang mengejar jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Meskipun niat jahat Iblis dapat dilihat dalam pernyataan ini, Tuhan dengan senang hati menyetujui “permintaan” Iblis—tetapi Dia juga mengajukan satu syarat: “Dia ada dalam tanganmu; tetapi sayangkan nyawanya” (Ayub 2:6). Karena, kali ini, Iblis meminta untuk mengulurkan tangannya untuk menyakiti daging dan tulang Ayub, Tuhan berkata: “tetapi sayangkan nyawanya.” Makna dari perkataan ini adalah bahwa Dia memberikan daging Ayub kepada Iblis, tetapi hidup Ayub adalah milik Tuhan. Iblis tidak dapat mengambil hidup Ayub, tetapi selain dari syarat ini, Iblis dapat menggunakan cara atau metode apa pun untuk menyerang Ayub.

Setelah mendapat izin Tuhan, Iblis bergegas mendatangi Ayub dan mengulurkan tangannya untuk menyakiti kulit Ayub, yang menyebabkan munculnya bisul yang busuk di sekujur tubuhnya, dan Ayub merasakan sakit di kulitnya. Ayub memuji keajaiban dan kekudusan Tuhan Yahweh, yang membuat kelancangan Iblis semakin menjadi-jadi. Karena Iblis telah merasakan sukacita menyakiti manusia, dia mengulurkan tangannya dan membabat tubuh Ayub, yang menyebabkan barah-barahnya yang busuk bernanah. Ayub segera merasakan sakit dan siksaan yang tiada tara di tubuhnya, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggaruk dirinya sendiri dari kepala sampai kaki dengan kedua tangannya, seolah-olah ini akan mengurangi penderitaan yang ditimpakan kepada rohnya oleh rasa sakit pada tubuhnya. Dia menyadari bahwa Tuhan berada di sisinya mengawasinya, dan dia mencoba yang terbaik untuk menguatkan dirinya sendiri. Dia sekali lagi berlutut ke tanah, dan berkata: “Engkau melihat lubuk hati manusia, Engkau memperhatikan kesengsaraannya; mengapa Engkau mengkhawatirkan kelemahannya? Terpujilah nama Tuhan Yahweh.” Iblis melihat penderitaan Ayub yang tak tertahankan, tetapi Iblis tidak melihat Ayub meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Karena itu, Iblis dengan tergesa-gesa mengulurkan tangannya untuk menyakiti tulang-tulang Ayub, nekat untuk mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, Ayub merasakan siksaan yang belum pernah dialami sebelumnya; dagingnya seolah-olah dirobek hingga terlepas dari tulangnya, dan seolah-olah tulangnya dihancurkan sepotong demi sepotong. Siksaan yang sangat menyakitkan ini membuatnya berpikir lebih baik dia mati saja .... Kemampuannya menahan rasa sakit itu telah mencapai batasnya .... Dia ingin menjerit, dia ingin merenggut kulit di tubuhnya dalam upaya untuk mengurangi rasa sakitnya—tetapi dia menahan jeritannya, dan tidak merenggut kulit di tubuhnya, karena dia tidak ingin membiarkan Iblis melihat kelemahannya. Jadi Ayub berlutut sekali lagi, tetapi kali ini dia tidak merasakan kehadiran Tuhan Yahweh. Dia tahu bahwa Tuhan Yahweh sering berada di hadapannya, dan di belakangnya, dan di kedua sisinya. Namun, selama penderitaannya, Tuhan tidak pernah sekali pun melihat; Dia menutupi wajah-Nya dan bersembunyi, karena tujuan-Nya menciptakan manusia bukan untuk mendatangkan penderitaan atas manusia. Pada saat ini, Ayub menangis dan melakukan yang terbaik untuk menanggung penderitaan fisik ini, tetapi dia tidak bisa lagi menahan diri dari bersyukur kepada Tuhan: “Manusia jatuh pada pukulan pertama, dia lemah dan tidak berdaya, dia muda dan bodoh—mengapa Engkau ingin begitu peduli dan lembut terhadapnya? Engkau memukulku, tetapi pukulan itu menyakitkan hati-Mu. Manusia seperti apa yang layak memperoleh perhatian dan kepedulian-Mu?” Doa Ayub sampai ke telinga Tuhan, dan Tuhan diam, hanya menyaksikan tanpa bersuara .... Setelah mencoba segala cara tanpa hasil, Iblis diam-diam pergi, tetapi ini tidak mengakhiri ujian dari Tuhan bagi Ayub. Karena kuasa Tuhan yang telah dinyatakan pada Ayub belum dipublikasikan, kisah Ayub tidak berakhir dengan mundurnya Iblis. Saat tokoh-tokoh lainnya masuk, adegan yang lebih menakjubkan akan segera terjadi.

Wujud Lain dari Sikap Ayub yang Takut akan Tuhan dan Menjauhi Kejahatan adalah dengan Dia Meninggikan Nama Tuhan dalam Segala Hal

Ayub telah mengalami amukan Iblis, tetapi dia tetap tidak meninggalkan nama Tuhan Yahweh. Istrinya adalah yang pertama muncul, dan memainkan peran Iblis dalam wujud yang dapat dilihat mata manusia, menyerang Ayub. Teks aslinya menguraikannya sebagai berikut: “Lalu kata istrinya kepadanya: ‘Apakah engkau masih mempertahankan kesalehanmu? Kutuklah Tuhan dan matilah!’” (Ayub 2:9). Ini adalah perkataan yang diucapkan Iblis yang menyamar sebagai manusia. Perkataan itu adalah serangan, dan tuduhan, serta godaan, pencobaan, dan fitnah. Setelah gagal menyerang tubuh Ayub, Iblis kemudian langsung menyerang kesalehan Ayub, ingin menggunakan ini untuk membuat Ayub melepaskan kesalehannya, meninggalkan Tuhan, dan tidak lagi melanjutkan hidup. Demikian pula, Iblis ingin menggunakan perkataan semacam itu untuk memikat Ayub: jika Ayub melupakan nama Yahweh, dia tidak perlu menanggung siksaan seperti itu; dia dapat membebaskan dirinya dari siksaan fisiknya. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub menegurnya dengan mengatakan: “Engkau berbicara seperti perempuan bodoh. Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?” (Ayub 2:10). Ayub sudah lama mengetahui perkataan ini, tetapi pada saat ini benarnya pengetahuan Ayub mengenai perkataan ini terbukti.

Ketika istrinya menyarankan kepadanya untuk mengutuk Tuhan dan mati, maksudnya adalah: “Tuhanmu memperlakukanmu seperti itu, jadi mengapa tidak mengutuk-Nya? Apa gunanya engkau tetap hidup? Tuhanmu sangat tidak adil kepadamu, tetapi engkau tetap berkata ‘terpujilah nama Yahweh.’ Bagaimana Dia bisa mendatangkan bencana atasmu padahal engkau memuji nama-Nya? Segera tinggalkan nama Tuhan, dan jangan ikuti Dia lagi. Kemudian, masalahmu akan berakhir.” Pada saat ini, ada kesaksian yang dihasilkan yang Tuhan ingin lihat dalam diri Ayub. Tidak ada orang biasa yang dapat memberikan kesaksian seperti ini, dan kita juga tidak pernah membaca kesaksian seperti ini di kisah mana pun dalam Alkitab—tetapi Tuhan telah melihatnya jauh sebelum Ayub mengucapkan perkataan ini. Tuhan hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini agar Ayub dapat membuktikan kepada semua orang bahwa Tuhan benar. Diperhadapkan dengan saran istrinya, Ayub bukan hanya tidak melepaskan kesalehannya atau meninggalkan Tuhan, tetapi dia juga berkata kepada istrinya: “Apakah kita mau menerima yang baik dari tangan Tuhan dan tidak mau menerima yang jahat?” Apakah perkataan ini sangat berbobot? Di sini, hanya ada satu fakta yang mampu membuktikan bobot perkataan ini. Bobot dari perkataan ini adalah bahwa perkataan ini diperkenan oleh Tuhan di dalam hati-Nya, perkataan ini diinginkan oleh Tuhan, perkataan inilah yang ingin didengar Tuhan, dan perkataan inilah hasil yang ingin dilihat Tuhan; perkataan ini juga merupakan inti dari kesaksian Ayub. Dalam hal ini, hidup Ayub yang tidak bercela, kejujuran, sikapnya yang takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan terbukti. Keberhargaan Ayub terletak pada bagaimana, ketika dia dicobai, dan bahkan ketika sekujur tubuhnya dipenuhi dengan bisul yang busuk, ketika dia menanggung siksaan paling berat, dan ketika istri dan kerabatnya menasihatinya, dia tetap mengucapkan perkataan seperti itu. Dengan kata lain, di dalam hatinya dia percaya bahwa apa pun pencobaan atau bagaimanapun pedihnya kesengsaraan atau siksaan, bahkan seandainya kematian akan menimpanya, dia tidak akan meninggalkan Tuhan atau menolak jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Jadi, jelas bahwa Tuhan mendapat tempat yang paling penting di dalam hatinya, dan bahwa hanya ada Tuhan di dalam hatinya. Karena inilah kita membaca semua uraian tentang dia di Alkitab sebagai berikut: “Dalam semua ini Ayub tidak berdosa dengan bibirnya.” Dia bukan hanya tidak berbuat dosa dengan bibirnya, tetapi di dalam hatinya dia juga tidak mengeluh tentang Tuhan. Dia tidak mengucapkan perkataan menyakitkan tentang Tuhan, dan dia juga tidak berdosa terhadap Tuhan. Mulutnya tidak hanya memuji nama Tuhan, tetapi di dalam hatinya dia juga memuji nama Tuhan; mulut dan hatinya selaras. Inilah Ayub sejati yang dilihat oleh Tuhan, dan inilah alasan mengapa Tuhan menghargai Ayub.

—Firman, Vol. 2, Tentang Mengenal Tuhan, “Pekerjaan Tuhan, Watak Tuhan, dan Tuhan itu Sendiri II”

Tinggalkan komentar