Saya sekarang pada usia untuk berbicara tentang pernikahan. Kriteria teman-teman saya untuk menemukan kekasih adalah "tinggi, kaya, tampan" dan "putih, kaya dan cantik", tetapi saya melihat mereka tidak memiliki perasaan yang nyata, malah membawa banyak kerugian bagi masing-masing. Saya ingin tahu bagaimana memperlakukan cinta dan pernikahan sebagai seorang Kristen?
Firman Tuhan yang Relevan:
Pernikahan adalah saat menentukan yang penting dalam hidup seseorang. Pernikahan merupakan produk dari nasib seseorang dan mata rantai penting dalam nasibnya; pernikahan tidak dibangun atas kemauan atau pilihan pribadi seseorang, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, melainkan sepenuhnya ditentukan oleh nasib kedua belah pihak, oleh pengaturan dan penentuan Sang Pencipta atas nasib kedua orang dari pasangan tersebut. Di permukaan, tujuan pernikahan adalah keberlangsungan umat manusia, tetapi pada kenyataannya, pernikahan tidak lebih dari sebuah ritual yang orang jalani dalam proses menyelesaikan misinya. Dalam pernikahan, orang tidak hanya memainkan peran membesarkan generasi selanjutnya; mereka mengadopsi semua ragam peran yang terlibat dalam mempertahankan pernikahan dan misi yang harus orang penuhi melalui peran tersebut. Karena kelahiran seseorang memengaruhi perubahan yang dialami orang-orang, peristiwa, dan hal-hal di sekitar pernikahan, pernikahan seseorang juga tentu akan memengaruhi orang-orang, peristiwa dan hal-hal ini dan lebih jauh lagi, akan mengubah semua hal itu dengan berbagai cara.
Ketika seseorang menjadi mandiri, ia memulai perjalanan hidupnya sendiri, yang menuntunnya, langkah demi langkah, kepada orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang ada hubungannya dengan pernikahannya. Pada saat yang sama, orang lain yang akan ada dalam pernikahan itu sedang mendekat, langkah demi langkah, menuju orang-orang, peristiwa, dan hal-hal yang sama. Di bawah kedaulatan Sang Pencipta, dua orang tidak berkaitan yang nasibnya saling berkaitan, secara berangsur-angsur memasuki sebuah pernikahan dan secara ajaib menjadi sebuah keluarga: bagaikan "dua belalang berpegangan erat pada tali yang sama". Jadi, ketika seseorang memasuki pernikahan, perjalanan hidupnya akan memengaruhi dan bersentuhan dengan perjalanan hidup belahan jiwanya, dan demikian pula sebaliknya, perjalanan hidup pasangannya akan memengaruhi dan bersentuhan dengan perjalanan hidup orang tersebut. Dengan kata lain, nasib manusia saling berkaitan, dan tidak seorang pun dapat memenuhi misinya atau menjalankan perannya dengan terpisah sepenuhnya dari orang lain. Kelahiran seseorang memengaruhi sebuah rantai hubungan yang sangat besar; pertumbuhan seseorang juga memengaruhi sebuah rantai hubungan yang kompleks; demikian pula sebuah pernikahan tentunya ada dan dipertahankan dalam jaringan hubungan manusia yang kompleks dan luas, yang melibatkan setiap anggota dari jaringan tersebut dan memengaruhi nasib setiap orang yang menjadi bagian dari jaringan tersebut. Sebuah pernikahan bukanlah produk dari keluarga kedua pihak, ataupun keadaan di mana mereka bertumbuh, penampilan mereka, usia, sifat, bakat mereka, atau faktor-faktor lainnya; sebaliknya, pernikahan muncul dari sebuah misi bersama dan nasib yang saling berkaitan. Inilah asal-usul pernikahan, sebuah produk dari nasib manusia yang diatur dan ditata oleh Sang Pencipta.
Pernikahan merupakan peristiwa kunci dalam kehidupan siapa pun; inilah saat ketika orang mulai benar-benar memikul berbagai macam tanggung jawab, dan secara berangsur-angsur menyelesaikan berbagai macam misi. Orang memiliki banyak khayalan tentang pernikahan sebelum mereka mengalaminya sendiri, dan semua khayalan ini sangat indah. Para wanita membayangkan pasangan mereka kelak adalah Pangeran Tampan, dan para pria membayangkan akan menikahi Putri Salju. Fantasi-fantasi seperti ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki persyaratan tertentu mengenai pernikahan, sejumlah tuntutan dan standar mereka sendiri. Walaupun di zaman yang jahat ini orang terus-menerus dibombardir dengan pesan-pesan yang menyimpang tentang pernikahan, yang menciptakan bahkan lebih banyak persyaratan tambahan dan menimbulkan segala macam beban dan sikap-sikap yang ganjil, siapa pun yang sudah mengalami pernikahan tahu bahwa bagaimanapun orang memahami pernikahan dan bagaimanapun sikapnya terhadap pernikahan, pernikahan bukanlah masalah pilihan pribadi.
Orang bertemu banyak orang dalam hidupnya, tetapi tidak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi pasangannya dalam pernikahan. Walaupun setiap orang memiliki gagasan dan pendirian pribadi mereka sendiri mengenai topik pernikahan, tidak seorang pun dapat meramalkan siapa yang akhirnya akan benar-benar menjadi belahan jiwa mereka, dan gagasan mereka sendiri mengenai masalah ini tidak banyak berarti. Setelah bertemu seseorang yang engkau sukai, engkau dapat mengejar orang tersebut; tetapi apakah mereka tertarik denganmu, apakah mereka dapat menjadi pasanganmu—itu bukan engkau yang menentukannya. Objek kasih sayangmu belum tentu menjadi orang yang akan berbagi hidup denganmu; sementara itu, seseorang yang tidak pernah engkau sangka bisa saja masuk diam-diam ke dalam hidupmu dan menjadi pasanganmu, menjadi unsur paling penting dari nasibmu, menjadi belahan jiwamu, yang dengannya nasibmu terjalin dengan erat. Jadi, walaupun ada berjuta-juta pernikahan di dunia, setiap dan semua pernikahan berbeda satu dengan yang lain: begitu banyak pernikahan yang tidak memuaskan, begitu banyak yang bahagia; begitu banyak yang menghubungkan Timur dan Barat, begitu banyak yang menghubungkan Utara dan Selatan; begitu banyak merupakan pasangan sempurna, begitu banyak yang setara tingkat sosialnya; begitu banyak yang bahagia dan harmonis, begitu banyak yang menyakitkan dan sedih; begitu banyak yang menimbulkan iri hati orang lain, begitu banyak yang disalahpahami dan tidak disukai; begitu banyak yang dipenuhi sukacita, begitu banyak yang dipenuhi air mata dan mendatangkan keputusasaan. ... Di dalam berbagai tipe pernikahan ini, manusia mengungkapkan kesetiaan dan komitmen seumur hidup terhadap pernikahan; mereka mengungkapkan cinta, keterikatan, ketakterpisahan, atau kepasrahan dan ketidakpahaman. Beberapa orang mengkhianati pernikahan mereka, atau bahkan merasakan kebencian terhadapnya. Entah pernikahan itu sendiri mendatangkan kebahagiaan atau kepedihan, misi setiap orang dalam pernikahan telah ditentukan sejak semula oleh Sang Pencipta dan tidak akan berubah; misi ini adalah sesuatu yang harus diselesaikan setiap orang. Nasib setiap orang di balik setiap pernikahan tidak berubah, itu telah ditentukan jauh sebelumnya oleh Sang Pencipta.
Hal-hal besar dalam kehidupan bukan hanya pernikahan, pekerjaan, prospek masa depanmu, menetap dan hidup damai, serta berjuang untuk menemukan posisimu di masyarakat. Semua ini bukanlah hal yang terpenting. Apa hal terpenting? Engkau semua sekarang percaya kepada Tuhan dan melaksanakan tugasmu, jadi hidupmu telah mengarah ke arah yang benar. Hal penting berikutnya adalah menemukan pijakan yang kokoh di jalan pengejaran akan kebenaran, memastikan tujuan dan arah hidupmu, membiarkan kebenaran meletakkan dasar di dalam hatimu—dengan cara ini, engkau akan menjadi orang yang benar-benar telah dipilih dan ditetapkan oleh Tuhan. Dasarmu sekarang belum stabil. Jangankan badai—angin sepoi-sepoi bisa mengguncangmu setiap saat. Ini menunjukkan bahwa engkau belum meletakkan dasarnya, dan ini sungguh sangat berbahaya! Tetapkan tujuan hidupmu dan arah yang kaucari, dan tetapkan jalan yang akan kautempuh dalam hidup ini. Begitu engkau telah menetapkan tujuanmu dan apa yang paling penting dalam hidupmu, berdiam dirilah selama beberapa tahun demi tujuan dan hal yang penting itu. Bekerja keraslah, korbankan dirimu, lakukan upaya, dan bayar harga untuk itu. Jangan pikirkan hal lain untuk sementara waktu. Jika engkau terus memikirkan tentang hal-hal lain itu, hal ini akan tertunda. Engkau akan mencari pekerjaan, menghasilkan banyak uang, menjadi kaya, mendapatkan posisi yang kuat di masyarakat, dan menemukan posisi untuk dirimu sendiri di pikiranmu; engkau juga akan berpikir untuk menikah dan memperoleh keterampilan serta kemampuan di masa depan, dan berpikir tentang bagaimana menjadi orang yang luar biasa; dan engkau akan ingin menyokong dan mengurus keluarga serta memberikan kehidupan yang baik kepada orang tuamu. Bukankah semua itu melelahkan? Seberapa besar hatimu? Berapa banyak tenaga yang dimiliki orang seumur hidupnya? Masa paling bersemangat dan paling sederhana dalam hidup seseorang—masa terbaik dalam hidup seseorang—dimulai pada usia dua puluh tahun dan berakhir, paling lambat, pada usia empat puluh tahun. Selama waktu ini, engkau semua harus memahami kebenaran yang harus dipahami untuk percaya kepada Tuhan, kemudian masuk ke dalam kebenaran kenyataan, menerima penghakiman dan hajaran Tuhan, serta menerima ujian dan pemurnian-Nya sehingga engkau tidak akan menyangkal Tuhan dalam keadaan apa pun. Inilah yang paling mendasar; selain ini, siapa pun yang berusaha mencobai atau menggodamu dengan pernikahan atau cinta yang romantis, sebanyak apa pun ketenaran atau status yang mereka berikan kepadamu, atau sebanyak apa pun mereka dapat menguntungkanmu, engkau tidak akan menyerah pada tugasmu, atau menyerah pada hal-hal yang seharusnya dilakukan makhluk ciptaan. Jika, pada suatu saat di masa depan, Tuhan tidak menginginkanmu, engkau tetap dapat mengejar kebenaran dan berjalan di jalan takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Engkau harus bekerja keras untuk ini; jika engkau bekerja keras, tahun-tahun pengorbanan dirimu untuk Tuhan ini tidak akan sia-sia.
Engkau harus menderita kesukaran demi kebenaran, engkau harus menyerahkan diri kepada kebenaran, engkau harus menanggung penghinaan demi kebenaran, dan untuk memperoleh lebih banyak kebenaran, engkau harus mengalami penderitaan yang lebih besar. Inilah yang harus engkau lakukan. Janganlah membuang kebenaran demi kehidupan keluarga yang damai, dan janganlah kehilangan martabat dan integritas hidupmu demi kesenangan sesaat. Engkau harus mengejar segala yang indah dan baik, dan engkau harus mengejar jalan dalam hidup yang lebih bermakna. Jika engkau menjalani kehidupan yang vulgar dan tidak mengejar tujuan apa pun, bukankah engkau menyia-nyiakan hidupmu? Apa yang dapat engkau peroleh dari kehidupan semacam itu? Engkau harus meninggalkan seluruh kenikmatan daging demi satu kebenaran, dan jangan membuang seluruh kebenaran demi sedikit kenikmatan. Orang-orang seperti ini tidak memiliki integritas atau martabat; keberadaan mereka tidak ada artinya!