Saya menemukan kehidupan yang lebih bermakna daripada menghasilkan uang
- Navigasi cepat
- 1.Hari-Hari Ketika Menghasilkan Uang Adalah Kehidupanku
- 2.Menemukan Kasih Tuhan di Tengah Kesengsaraan
- 3.Terkena Kanker, Diselamatkan oleh Kasih Tuhan
- 4.Pelaku Gelap Di Balik Kekayaan
- 5.Melepaskan Diri dari Belenggu dan Menempuh Jalan yang Benar dalam Kehidupan
Akhir-akhir ini, sebuah pepatah di internet menjadi populer, "Tanpa uang, bagaimana engkau akan mempererat ikatan keluargamu, memperkuat kasihmu, dan berhubungan dengan teman-temanmu? Dengan kata-katamu? Lupakan saja! Orang-orang terlalu sibuk untuk itu!" Dalam sebuah masyarakat yang sepenuhnya memandang uang, semuanya didominasi oleh pertimbangan pragmatis, segala sesuatu yang bersifat material dan nonmaterial adalah tanda yang dapat ditukar dengan uang, dan jumlah uang di sakumu menentukan nilai dan statusmu. Jika engkau punya banyak uang, orang lain akan bergegas melayani dan menyanjungmu, tetapi tidak punya uang akan membuat orang lain meremehkanmu dan membuat teman dan kerabat menghindarimu. Seperti kata pepatah, "Pada masa jaya, teman akan banyak; pada masa sulit, tidak ada satu pun di antara dua puluh." Semakin banyak orang menggunakan uang untuk menilai segalanya, percaya bahwa menjadi kaya saja dapat mengungkapkan nilai individual mereka dan memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, sehingga banyak orang menjadi budak uang, bersedia mengorbankan segalanya untuk mendapatkan lebih banyak uang, bahkan sampai mengorbankan nyawa, kesehatan, dan martabat pribadi mereka. Sekali waktu, aku tidak tahu apa kehidupan yang paling bermakna itu, jadi bekerja untuk menghasilkan uang menjadi tujuanku, sampai suatu hari, sebuah penyakit serius memberikan pemahaman yang tiba-tiba, membuatku menyadari siapa pelaku gelap di balik uang, dan membantuku menemukan kehidupan yang lebih bermakna daripada menghasilkan uang.
Hari-Hari Ketika Menghasilkan Uang Adalah Kehidupanku
Pada 1980-an, aku menikah dengan seorang pria dari sebuah keluarga yang terkenal miskin di kalangan masyarakat setempat, dengan keberatan dari ayahku. Suamiku memiliki banyak saudara lelaki dan perempuan, dan mereka sering tidak tahu dari mana lagi asal makanan mereka berikutnya. Dibandingkan dengan keluargaku sendiri, mereka sangat berbeda. Namun, saat inilah aku benar-benar mengalami makna ucapan: "Uang bukanlah segalanya, tetapi tanpanya engkau tidak dapat melakukan apa-apa." Aku bangga, dan aku memutuskan untuk mengandalkan upayaku sendiri untuk melepaskan diri dari label "miskin" dan menjalani kehidupan kaya yang akan membuat iri orang lain. Jadi, aku mengirim putriku, yang baru berumur beberapa bulan, untuk dibesarkan oleh keluargaku, dan pergi ke kota bersama suamiku untuk mencari keberuntungan kami.
Pada saat itu, suamiku hanya mendapat pekerjaan sementara di sebuah perusahaan milik negara. Gajinya rendah. Untuk mendapatkan lebih banyak uang, aku mulai melakukan pekerjaan laki-laki di sebuah pabrik—mengoperasikan peralatan produksi berukuran besar. Meskipun pekerjaannya melelahkan dan berbahaya, aku senang menanggungnya, aku sering mendengar ayahku berkata, "Tanpa kerja keras, tidak ada keberhasilan." Penderitaan diperlukan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Setelah bekerja selama beberapa tahun, kami telah berhemat dan menabung untuk membangun rumah 3 lantai di ibu kota kabupaten, dan kehidupan menjadi lebih baik. Menurut standar desa kami, kami sudah termasuk kaya. Penduduk desa lainnya mengagumi dan memandang kami, dan sering berkata, sambil mengacungkan jempol, bahwa aku pekerja yang cakap, perkataan yang sangat memuaskan kesombonganku. Aku berpikir: "Uang itu luar biasa!" Namun, dibandingkan dengan orang-orang di kota, kami masih miskin, dan jauh dari kehidupan yang akan membuat iri orang lain. Jadi, untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, aku terus berjuang.
Pengalamanku selama bertahun-tahun bekerja di pabrik mengajarkanku bahwa kemampuanku untuk menghasilkan uang dari kerja keras saja sangat terbatas. Aku baru akan bisa menghasilkan lebih banyak, dan lebih cepat, jika aku menjadi bos untuk diriku sendiri. Jadi, aku mencari peluang bisnis di mana-mana dan bersiap untuk membuka bisnisku sendiri. Setelah periode riset pasar, aku melihat bahwa suplemen kesehatan dan kecantikan merupakan industri yang populer dengan perputaran pelanggan yang tinggi. Menurutku, ini cara yang bagus untuk menjadi kaya! Setelah membahasnya bersama suamiku, aku mengumpulkan 200.000 yuan untuk membuka toko penjualan langsung produk kecantikan, kosmetik, dan suplemen kesehatan. Untuk membantu menjalankan bisnisku, aku menyibukkan diri dengan semua jenis kelas pelatihan seperti manajemen bisnis, pengetahuan profesional, cara mengembangkan sumber daya pelanggan, dll. Setelah berusaha selama beberapa waktu, aku berangsur-angsur mulai mendapatkan lebih banyak pelanggan, dan bisnisku menjadi semakin ramai. Untuk mengembangkan lebih banyak sumber pelanggan, meningkatkan bisnis, dan menambah pendapatan, aku menghabiskan setiap hari di kalangan para wanita dari keluarga kaya, makan dan keluar untuk berdansa bersama mereka, memuji dan menyanjung mereka, karena baru saat itulah mereka akan membuka dompet dan belanja di tokoku. Meskipun aku benci melakukan hal-hal dengan cara yang salah, untuk menghasilkan uang, aku harus memaksa diriku untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat kalangan atas di mana semua orang hidup dalam kepura-puraan. Jika selama hari-hariku bekerja di pabrik aku kelelahan secara fisik, hari-hariku menjalankan bisnis melelahkan secara mental dan fisik. Namun, setelah beberapa tahun berjuang dan berusaha, bisnisku menjadi makmur dan semakin tumbuh setiap harinya. Aku membeli sebuah sebuah vila 5 lantai di pusat kota dan juga sebuah sedan, dan akhirnya menjalani kehidupan kelas menengah ke atas yang aku impikan setiap malam. Pencapaianku membuatku mendapatkan penghargaan dan pujian yang berlebihan dari para tetanggaku, juga pujian dan kekaguman dari para tetangga dan teman-teman. Harga diriku membengkak, dan aku merasa bahwa rasa hormat, sanjungan, dan hak istimewa yang diberikan kepada orang-orang berduit itu luar biasa. Pada saat ini, aku merasa semua yang aku korbankan tidak sia-sia.
Hasrat manusia konon seperti lubang yang tidak pernah bisa dipenuhi, dan fakta-fakta membuktikan pepatah ini benar. Seiring bisnisku berkembang, berkembang pula keinginanku akan kekayaan. Aku berencana memperluas perusahaanku sampai 16 toko dalam waktu singkat, yang pada titik itu aku akan memiliki lebih dari sepuluh juta yuan dalam bank. Untuk lebih mengembangkan bisnisku, aku sering pergi menjalankan tugas dan jarang ada di rumah, sehingga suamiku harus mengurus semuanya di sana. Suamiku sering mengeluhkan tentang hal ini, mengatakan bahwa aku hanya peduli dengan bisnis dan uangku, dan bahwa aku sama sekali tidak peduli dengan keluargaku. Aku sangat marah dengan keluhan dan kurangnya pengertian dari suamiku. Aku merasa terhina dan tidak tahu kepada siapa aku harus mencurahkannya. Aku berpikir: "Untuk apa aku bekerja sekeras ini untuk menghasilkan uang jika bukan untuk keluarga? Keluargaku sangat miskin, tetapi berkat kerja kerasku selama bertahun-tahun, kami telah menjadi orang yang dikagumi semua orang karena memiliki uang. Bukankah ini hasil dari semua kerja kerasku? Jika aku tidak mengkhawatirkan keluarga ini, apakah aku akan banting tulang sendirian seperti ini?" Perbedaan pandangan antara aku dan suamiku menimbulkan pertengkaran yang terus-menerus mengenai masalah yang tidak penting. Anggota keluargaku tidak memahamiku, dan selain pertengkaran, perjuangan, dan sifat dunia bisnis yang bermuka dua, aku terus-menerus kelelahan secara fisik dan emosional. Hampir setiap hari stresku tampak di wajahku, aku tidak makan atau tidur nyenyak, insomniaku memburuk, dan berbagai jenis penyakit kronis mulai memengaruhiku: mastitis kambuhan, saraf, penyakit jantung kronis ... Melihat bahwa aku kelelahan setiap hari, putriku yang khawatir berkata kepadaku, dengan kasihan, "Bu, dulu Ibu sehat. Mengapa Ibu begitu sakit setelah mulai menghasilkan uang? Apakah uang benar-benar sepenting itu?" Kata-kata putriku membuatku berpikir: Untuk melepaskan diri dari kemiskinan dan menjalani kehidupan yang akan membuat iri orang lain, aku telah berjuang dan membuat diriku kelelahan demi menghasilkan uang. Meskipun aku memiliki kehidupan yang baik dan membuat orang lain memandangku, hasilnya adalah aku merusak tubuhku sendiri dan keluargaku salah memahamiku. Siapa yang bisa mengetahui penderitaan pahit di balik tampilan luar yang glamor? Apakah ini benar-benar harga yang pantas dibayarkan untuk mendapatkan lebih banyak uang? Siksaan karena penyakit dan siksaan di dalam jiwaku membuatku sengsara, dan aku sering mendapati diri menangis sendirian.
Menemukan Kasih Tuhan di Tengah Kesengsaraan
Akhir dari manusia adalah awal dari Tuhan. Ketika aku merasa kesakitan sekali dan sangat tidak berdaya, injil Tuhan tentang akhir zaman mendatangiku. Aku membaca firman Tuhan: "Yang Mahakuasa berbelas kasihan kepada orang-orang yang sudah sangat menderita ini; pada saat yang sama, Dia muak dengan orang-orang yang tidak memiliki kesadaran ini, karena Dia harus menunggu terlalu lama untuk mendapatkan jawaban dari umat manusia. Dia ingin mencari, mencari hati dan rohmu, untuk membawakanmu air dan makanan, serta membangunkanmu, agar engkau tidak akan haus dan lapar lagi. Ketika engkau letih dan ketika engkau mulai merasakan adanya ketandusan yang suram di dunia ini, jangan kebingungan, jangan menangis. Tuhan Yang Mahakuasa, Sang Penjaga, akan menyambut kedatanganmu setiap saat. Dia berjaga di sisimu, menantikanmu untuk berbalik".(Keluhan Yang Mahakuasa).
Firman yang menghibur dari Tuhan ini terasa sangat akrab bagiku, dan aku merasakan kasih dan perhatian Tuhan kepada kami. Aku telah menghabiskan hidupku berjuang tanpa henti untuk menghasilkan lebih banyak uang, aku telah melakukan pekerjaan laki-laki, aku sering memeras otakku memikirkan berbagai cara untuk menyenangkan pelangganku, menghabiskan sebagian besar waktuku jauh dari rumah untuk urusan bisnis sementara aku menanggung tekanan pekerjaan dan persaingan bisnis, dan meskipun kondisi materiku telah membaik, aku membuat diriku sakit karena kelelahan, dan hidup dalam siksaan ... Pikiran tentang hal-hal ini membuat kepahitan dan rasa sakit di hatiku menyeruak. Aku seperti anak hilang yang telah kembali ke sisi ibunya setelah pergi bertahun-tahun. Aku menangis sedih sambil memegang buku firman Tuhan. Saat aku menghadapi penyakit dan tekanan berat dalam bisnis, suamiku tidak memahami, dan tidak ada yang bisa benar-benar menghiburku, tetapi Tuhan selalu berada di sisiku sepanjang waktu, mengasihani dan memperhatikanku, menungguku untuk berbalik, dan ketika aku berada pada saat yang paling menyedihkan dan tak berdaya, Tuhan mengizinkan aku untuk mendengar firman-Nya dan menggunakan kehangatan firman-Nya untuk menghibur jiwaku yang terluka. Pada saat itu, aku menyadari bahwa hanya Tuhan yang memahamiku, yang mengetahui kesulitanku, dan melihat rasa sakit di hatiku, dan hanya firman Tuhan yang bisa memberiku penghiburan sejati. Air mata mengalir di wajahku saat aku terisak dalam diam. Aku berlutut tanpa daya dan mengutarakan rasa sakit dan kegelisahan yang telah aku kubur di dasar hatiku selama bertahun-tahun. Saat itulah aku menyadari bahwa aku benar-benar menemukan sesuatu yang bisa diandalkan oleh jiwaku.
Setelahnya, aku mulai berperan serta dalam kehidupan gereja dan membaca firman Tuhan bersama saudara-saudariku. Melalui kebaktian dan persekutuan, akhirnya aku memahami bahwa Tuhan telah menciptakan segala sesuatu di langit dan di bumi, bahwa Tuhan telah memberi kita napas dalam paru-paru kita, bahwa Tuhan telah menyediakan segala yang kita butuhkan untuk hidup, dan bahwa karena manusia dirusak oleh Iblis, Tuhan telah membimbing dan menyelamatkan orang-orang. Pada akhir zaman, Tuhan datang berinkarnasi untuk mengungkapkan lebih dari sejuta firman untuk menyucikan dan mengubah watak Iblis yang rusak di dalam diri kita, memberi kita ketakutan dan ketaatan yang benar kepada Tuhan, dan memungkinkan kita untuk akhirnya memperoleh keselamatan Tuhan. Semakin aku membaca firman Tuhan, semakin santai dan ringan perasaanku, dan aku menemukan kedamaian dan sukacita di hatiku yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Setelah itu, aku menyebarkan injil Tuhan tentang akhir zaman kepada suamiku. Melalui periode pencarian dan pembelajaran, dia meyakini tentang pekerjaan Tuhan pada akhir zaman dan dengan senang hati menerimanya. Oleh karena aku dan suamiku memiliki iman yang sama, dan karena bimbingan yang kami temukan dalam firman Tuhan, pertengkaran kami semakin lama semakin berkurang, dan bahkan ketika konflik terjadi, kami berdua dapat merenungkan diri melalui firman Tuhan dan mencari kebenaran untuk menyelesaikan masalah. Akhirnya, suara tawa terdengar lagi di rumah kami, dan aku merasa jauh lebih santai.
Terkena Kanker, Diselamatkan oleh Kasih Tuhan
Namun tak lama kemudian, perubahan aturan perusahaan dari kantor pusat, harga produk yang tinggi, dan pasar yang suram menyebabkan tiga toko sindikasi dengan jenis yang sama di kotaku tutup secara berturut-turut, menjadikan milikku sebagai satu-satunya yang tersisa. Bisnis sedang memburuk, sehingga beberapa karyawan dan manajer tokoku mengundurkan diri. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Aku berpikir bahwa aku telah mengorbankan begitu banyak usaha dan rasa sakit untuk membangun bisnisku, dan jika aku mengabaikannya begitu saja, semua yang telah aku lakukan akan sia-sia, dan semua penderitaanku akan percuma, jadi aku tidak siap untuk melepaskannya. Untuk memastikan perusahaanku dapat terus beroperasi secara normal, aku mengerjakan sendiri pekerjaan empat orang, aku sering tidak bisa makan tepat waktu, dan aku sering sibuk dengan inventaris sampai larut malam. Aku kelelahan, dan sering kali tidak bisa tidur. Mengingat betapa sibuknya diriku, aku jarang berdoa kepada Tuhan atau membaca firman Tuhan, dan perlahan-lahan, hatiku menjauh dari-Nya. Tepat ketika aku sedang tersedot ke dalam pusaran upaya menghasilkan uang, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Suatu hari, aku tidak sengaja menemukan benjolan keras di sebelah payudara kananku. Setelah pemeriksaan, dokter memberitahuku bahwa mastitis kambuhanku telah bermetastasis menjadi kanker tahap kedua, dan kemungkinan pengobatannya kecil. Perkataan dokter bagai guntur dari langit yang cerah bagiku. Aku terkejut. Aku tidak berani memercayainya. Aku pergi ke dua rumah sakit lain untuk melakukan pemeriksaan, dan menerima hasil yang sama. Aku merasa diriku benar-benar mati rasa pada saat itu. Aku tidak punya pilihan selain menerima fakta yang menyesakkan ini. Pada hari-hari berikutnya, kata "kanker" terus-menerus muncul di benakku seperti kutukan. Jika aku menderita kanker, itu artinya aku kehilangan hidupku, keluargaku, semuanya ... Aku tidak bisa tidak berpikir: "Apakah benar-benar seperti ini cara kehidupanku akan berakhir? Apakah ini benar-benar bab terakhir dalam kehidupanku?" Memikirkannya saja membuatku menangis tak terkendali. Setiap kali merasa sakit, aku takut akan mati. Setiap hari aku hidup dalam ketakutan dan ketidakberdayaan, khawatir bahwa kematian bisa datang kapan saja. Dalam rasa sakitku, aku tidak bisa tidak merenung: aku telah sibuk dalam sebagian besar hidupku, dan aku hanya ingin menghasilkan uang dan menjalani kehidupan yang baik, dan pada akhirnya, setelah punya uang, hidupku hampir berakhir, jadi apa gunanya uang? Aku tidak tahu harus berpaling ke mana.
Dalam siksaan dan ketidakberdayaanku, saudara-saudariku menyemangati dan menghiburku, bersekutu tentang firman Tuhan kepadaku, dan menyemangatiku untuk memahami kehendak Tuhan, memiliki iman kepada Tuhan, dan mengandalkan Tuhan untuk melewati segala kesulitan. Oleh karena itu, aku pergi ke hadapan Tuhan dan berdoa, "Tuhan! aku telah berjuang selama lebih dari satu dekade untuk menghasilkan uang. Meskipun aku telah menjalani kehidupan yang membuat iri semua orang, dan orang lain mengagumi dan memandangku, hanya aku yang tahu kepahitan dan rasa sakit yang telah aku tanggung. Sekarang, aku juga menderita kanker karena terlalu banyak bekerja. Aku merasa sangat tidak berdaya dan sakit. Tuhan! Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tolong bimbing aku untuk memahami kehendak-Mu dan mengetahui bagaimana melewati situasi ini." Setelah berdoa, aku memikirkan firman Tuhan yang menyatakan: "Pujilah Tuhan di tengah keadaan sakit dan nikmati Tuhan di tengah puji-pujianmu. Jangan tawar hati di hadapan sakit penyakit, tetaplah mencari dan jangan pernah menyerah, dan Tuhan akan menerangimu dengan terang-Nya. Seperti apa iman Ayub? Tuhan Yang Mahakuasa adalah Tabib yang maha hebat! Berdiam dalam penyakit berarti sakit, tetapi berdiam di dalam roh berarti sehat. Selama engkau masih mempunyai napas tersisa, Tuhan tak akan membiarkanmu mati" (Bab 6, Perkataan Kristus pada Awal Mulanya). Firman Tuhan memberiku kepercayaan diri dan kekuatan, dan aku bisa merasakan otoritas dan kuasa firman Tuhan. Tuhan adalah Pencipta segala sesuatu, dan nasib umat manusia berada di tangan-Nya, jadi bukankah hidup dan matiku juga ditentukan oleh Tuhan? Tanpa perkenanan Tuhan, kanker tidak akan membunuhku. Aku harus memiliki iman kepada Tuhan. Apakah penyakitku akan diobati dan apakah aku akhirnya akan hidup atau mati, semuanya berada di tangan Tuhan, dan aku hanya ingin memercayakan masalah ini kepada Tuhan dan menaati pengaturan dan penataan-Nya. Aku telah menyia-nyiakan sebagian besar hidupku pada masa lalu, tetapi sekarang aku bersedia untuk percaya kepada Tuhan dan menyembah-Nya dalam sisa waktuku. Dengan bimbingan firman Tuhan, hatiku merasa terdukung dan aku tidak terlalu takut lagi.
Setelah itu, aku berhenti menyibukkan diri dengan perjuanganku untuk mendapatkan uang, dan sebaliknya menghabiskan lebih banyak waktu membaca firman Tuhan dan menghadiri kebaktian dan persekutuan bersama saudara-saudariku. Persekutuan mereka membuatku memahami semakin banyak kebenaran. Aku menyadari bahwa meskipun sudah hidup bertahun-tahun, aku tidak pernah tahu apa pun tentang misteri kehidupan. Aku belajar hal-hal seperti bagaimana umat manusia dirusak oleh Iblis, bagaimana Tuhan menyelamatkan manusia, apa itu hidup yang bermakna, dan kepedulian dan niat Tuhan dalam menyelamatkan umat manusia. Aku sepenuhnya tenggelam dalam kasih Tuhan dan mengalami sukacita dan kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Pada saat yang sama, aku mengandalkan Tuhan dan melanjutkan pengobatanku. Apa yang tidak aku harapkan adalah bahwa selama salah satu pemeriksaanku, aku menemukan bahwa ternyata benjolan di payudaraku termasuk jinak. Aku sangat terkejut. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dokter berkata tidak percaya: "Ini benar-benar keajaiban!" Dalam hati, aku tahu betul bahwa ini adalah pekerjaan ajaib dari Tuhan. Kemudian, aku menjalani operasi, dan setelah itu, tubuhku pulih dengan sangat cepat. Aku sangat bersemangat. Aku melihat orang-orang di sekitarku yang memiliki penyakit yang sama menjalani radioterapi, kemoterapi, pengangkatan payudara, berjuang sampai akhir dan harus memilih antara payudara mereka diangkat atau mati, tetapi aku bertahan dengan tubuhku sepenuhnya utuh. Tuhanlah yang melindungiku! Air mata syukur mengalir dari mataku, dan sekali lagi aku memuji dan bersyukur kepada Tuhan.
Pelaku Gelap Di Balik Kekayaan
Setelah mengalami hal ini, aku sangat memahami bahwa Tuhan sedang memberiku kesempatan kedua dalam hidup, tetapi aku juga ingat bagaimana aku telah menghabiskan kehidupanku untuk mengejar uang, dan hampir kehilangan kehidupanku karena itu. Aku tidak bisa tidak bertanya-tanya mengapa aku menyembah uang sedemikian rupa sehingga aku bahkan mau mengorbankan kehidupanku demi hal itu? Aku juga memikirkan bagaimana ada banyak orang seperti aku, yang semuanya berjuang dengan keras untuk mendapatkan uang dan pada akhirnya kehilangan nyawa mereka karena bekerja keras untuk mendapatkannya. Apa yang mengendalikan kita sehingga terdorong untuk melakukan hal-hal ini? Aku mencari jawabannya dalam firman Tuhan: "'Uang membuat dunia berputar' adalah salah satu falsafah Iblis, dan falsafah ini tersebar luas di tengah seluruh umat manusia, dalam setiap masyarakat. Dapat dikatakan bahwa ini adalah sebuah tren karena pepatah ini telah tertanam di dalam hati setiap orang. Pada awalnya, orang tidak menerima pepatah ini, tetapi mereka kemudian diam-diam menerimanya ketika mereka mulai berhubungan dengan kehidupan nyata, dan mulai merasa bahwa kata-kata ini sebetulnya benar. Bukankah ini sebuah proses bagaimana Iblis merusak manusia? ... Apakah engkau semua merasa bahwa engkau tidak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa uang, bahwa satu hari saja tanpa uang tak mungkin bagimu? Status orang didasarkan pada berapa banyak uang yang mereka miliki dan begitu pula kehormatan mereka. Punggung orang miskin membungkuk malu, sementara orang kaya menikmati status tinggi mereka. Mereka berdiri tegak dan bangga, berbicara keras-keras dan hidup dengan congkak. Apa yang ditimbulkan oleh pepatah dan tren ini terhadap manusia? Bukankah banyak orang mengorbankan apa pun demi mendapatkan uang? Bukankah banyak orang kehilangan martabat dan kejujuran mereka demi mendapatkan lebih banyak uang? Selain itu, bukankah banyak orang kehilangan kesempatan untuk melaksanakan tugas mereka dan mengikuti Tuhan karena uang? Bukankah ini kerugian bagi manusia?(Ya.) Bukankah Iblis itu jahat, menggunakan cara dan pepatah ini untuk merusak manusia sampai tingkat seperti itu?" (Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik V). "Orang-orang menghabiskan hidup mereka mengejar uang dan ketenaran; mereka mencengkeram erat kedua hal ini, menganggap hal-hal ini sebagai satu-satunya sarana pendukung mereka, seakan dengan memiliki hal-hal tersebut mereka bisa terus hidup, bisa terhindar dari kematian. Namun, hanya ketika mereka sudah hampir meninggal, barulah mereka sadar betapa jauhnya hal-hal itu dari mereka, betapa lemahnya mereka ketika berhadapan dengan kematian, betapa rapuhnya mereka, betapa sendirian dan tak berdayanya mereka, tanpa tempat untuk berpaling. Mereka menyadari bahwa hidup tidak bisa dibeli dengan uang atau ketenaran, bahwa sekaya apa pun seseorang, setinggi apa pun kedudukan mereka, semua orang sama-sama miskin dan tidak berarti ketika berhadapan dengan kematian. Mereka menyadari bahwa uang tidak bisa membeli hidup, bahwa ketenaran tidak bisa menghapus kematian, bahwa baik uang maupun ketenaran tidak dapat memperpanjang hidup orang barang semenit atau sedetik pun." (Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III).
Firman Tuhan mengungkapkan kondisi sebenarnya dari umat manusia yang rusak—kita masing-masing berebut dan berjuang tanpa henti demi kekayaan, ketenaran, dan keberuntungan, tetapi tidak ada dari kita yang menyadari bahwa ini adalah bahaya yang ditimbulkan oleh Iblis. Dipengaruhi oleh aturan Iblis "Uang adalah yang utama," "Uang bukanlah segalanya, tetapi tanpanya engkau tidak dapat melakukan apa-apa," "Manusia mati demi uang; burung mati demi makanan," dan "Tanpa kerja keras, tidak ada keberhasilan" dan sebagainya, kita secara keliru percaya bahwa memiliki uang adalah aset kita dalam kehidupan, dan bahwa dengan uang, kita akan memiliki segalanya. Kita menganggap uang sebagai satu-satunya tempat bergantung dan penyokong kita. Untuk mendapatkan lebih banyak uang, kita, seperti mesin penghasil uang, bekerja keras setiap hari, dan bahkan mengorbankan kesehatan dan kehidupan kita sendiri. Demi uang, aku telah berulang kali melakukan pekerjaan berat dengan risiko kehidupanku; demi uang, aku telah belajar retorika dan sanjungan; demi uang, aku telah mengabaikan batas-batas kemampuan tubuhku dan mengambil pekerjaan empat orang. Perkataan-perkataan Iblis yang terkenal ini telah menjadi kehidupanku, satu-satunya pengejaran dan tujuan dalam kehidupanku. Selama lebih dari sepuluh tahun kerja keras, aku mendapatkan gaya hidup materi yang luar biasa, dan pujian serta kekaguman dari orang-orang di sekitarku. Kesombonganku telah terpuaskan, tetapi aku telah membayar harga yang kejam untuk hal-hal ini: aku telah jatuh bangun dalam bisnis, watakku menjadi salah dan licik; sibuk begitu lama telah membuatku mengabaikan keluarga dan menyebabkan perselisihan dalam hubunganku dengan suamiku; karena terlalu banyak bekerja, aku menderita insomnia dan mendapat berbagai macam penyakit, dan aku hampir meninggal karena kanker .... Aku pernah merasakan bagianku dalam terperangkap di dalam jerat Iblis berupa kepahitan dan rasa sakit, dan terlebih lagi telah merasakan teror dan ketidakberdayaan atas kematian yang dekat di dalam hatiku. Uang hanya dapat memuaskan hasrat kedaginganku untuk sementara, tetapi uang tidak dapat membeli kembali kehidupanku atau memperpanjang hidupku sedikit pun. Sekarang, aku melihat dengan jelas bahwa mengejar uang tidak ada artinya dan tidak berharga, dan bahwa Iblis telah menggunakan kekayaan untuk mencobai kita, merusak kita, dan menyakiti kita, bahwa Iblis telah menjerat kita semakin jauh ke dalam pusaran pengejaran kekayaan, pada akhirnya kita pasti akan dikuasai oleh Iblis. Firman Tuhanlah yang menerangiku, membimbingku, dan memungkinkanku untuk memahami tipu daya Iblis. Tanpanya, aku pasti akan dilukai, atau bahkan dibunuh oleh Iblis tanpa mengetahui apa yang terjadi padaku. Saat memahami hal-hal ini, aku segera bersumpah akan memperbaiki kesalahan masa laluku, tidak lagi bekerja lembur untuk mendapatkan uang, dan tidak lagi menjadi budak kekayaan. Jumlah uang yang akan aku hasilkan dalam hidup ini sudah ditakdirkan, dan selama aku bekerja secara normal dan menaati pengaturan dan penataan Tuhan, aku bisa puas mengetahui bahwa aku akan memiliki cukup sandang dan pangan. Apa yang harus diupayakan orang di atas segalanya adalah kebenaran, menerapkan firman Tuhan dalam segala hal, dan mengandalkan firman Tuhan untuk kehidupan, karena hanya dengan cara ini kita bisa menghidupi kehidupan yang paling bermakna.
Melepaskan Diri dari Belenggu dan Menempuh Jalan yang Benar dalam Kehidupan
Saat aku bertekad untuk mengejar kebenaran, pada suatu hari seorang teman berkata kepadaku: "Saat ini ada sebuah produk yang sedang laris manis, dan aku ingin bekerja sama denganmu. Aku tidak membutuhkan investasi apa pun. Engkau menyediakan pelanggan dan toko. Aku akan menyediakan barang dagangan, dan kita bisa membagi keuntungannya menjadi dua. Jika engkau setuju, aku akan membelinya besok!" Saat mendengar hal ini, aku berpikir: "Engkau ingin melakukan bisnis tanpa investasi dariku? Bukankah ini hal yang luar biasa?" Aku setuju tanpa berpikir lebih jauh. Setelah temanku pergi, ada keresahan di hatiku, dan ketika akhirnya aku menenangkan diri, aku berpikir: "Aku sudah mengoperasikan toko jaringan, dan itu sangat sulit. Meskipun aku tidak perlu berinvestasi dalam hal ini, itu akan menambah merek lain ke dalam penawaranku, dan pasti akan ada harga yang harus dibayarkan berupa tenaga dan waktu. Pada masa lalu, aku hampir mengorbankan hidupku dalam perjuanganku demi mendapatkan uang, dan jika Tuhan tidak menyelamatkanku, bagaimana aku akan bertahan hidup hari ini? Apakah aku benar-benar akan kembali ke jalan itu?" Setelah itu, aku datang ke hadapan Tuhan untuk mencari jawaban, dan membaca bagian firman Tuhan ini: "Tragedi manusia bukanlah karena ia mencari kehidupan yang bahagia, bukan karena ia mengejar ketenaran dan kekayaan atau memberontak terhadap nasibnya melewati kabut, melainkan karena setelah ia melihat keberadaan Sang Pencipta, setelah mengetahui fakta bahwa Sang Pencipta berdaulat atas nasib manusia, ia tetap tidak bisa memperbaiki cara hidupnya, tidak bisa menarik kakinya dari dalam lumpur, malahan mengeraskan hati dan bersikeras dalam kesalahannya. Ia lebih suka terus meronta-ronta di dalam lumpur, berupaya dengan keras kepala melawan kedaulatan Tuhan, menentangnya sampai akhir yang pahit, melakukan semua itu tanpa sedikit pun penyesalan. Hanya ketika ia telah terkapar hancur dan berdarah, barulah ia akhirnya memutuskan untuk menyerah dan berbalik arah. Inilah kepiluan manusia yang sebenarnya. Jadi Aku berkata, mereka yang memilih untuk tunduk adalah orang-orang bijaksana, sedangkan yang memilih untuk melawan dan melarikan diri adalah orang-orang bodoh" (Tuhan itu Sendiri, Tuhan yang Unik III). Firman Tuhan tentang belas kasih dan kesalahan ini menyentuh hatiku dengan setiap kalimatnya, dan membuatku merasakan rasa sakit dan kesedihan Tuhan karena aku terperangkap dalam jerat Iblis tanpa ada cara untuk mengeluarkan diriku. Saat memikirkan kembali bagaimana aku telah menderita untuk menghasilkan uang dan bagaimana Tuhan telah menyelamatkanku, aku merasa sangat bersalah. Berkali-kali Tuhan telah menyelamatkanku dari perkemahan Iblis, tetapi aku dengan keras kepala tetap kebingungan dan tidak sadar, tetap terjebak dalam jerat Iblis melawan keinginanku dalam semua hal yang berhubungan dengan menghasilkan uang, tidak mencari kehendak Tuhan sama sekali, terus mengejar kekayaan, ketenaran, dan masa depan, dan tidak ingin melepaskan kesempatan untuk menghasilkan uang sama sekali. Aku memikirkan bagaimana aku hidup dengan prinsip-prinsip Iblis tentang bertahan hidup pada masa lalu dan menyia-nyiakan setengah dari hidupku dengan menderita dan berjuang murni demi mengejar kekayaan, ketenaran, dan keberuntungan, dan pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Aku tidak mendapatkan nilai atau makna darinya. Kesehatanku baru saja pulih, dan tak lama kemudian temanku ingin berbisnis denganku. Bukankah Iblis ini menggunakan temanku untuk mencobaiku dan menjebakku ke dalam pusaran menghasilkan uang, untuk membuatku pergi dan mengkhianati Tuhan, dan kembali ke perkemahannya di mana Iblis akan mempermainkanku dan melukaiku? Namun sekarang, aku sudah terbangun, aku tahu bahwa Iblis benar-benar tercela, dan aku menyalahkan diriku sendiri karena dirusak dan terperangkap dalam rencana buruk oleh Iblis ini. Saat itulah aku bertekad untuk tidak lagi menyakiti hati Tuhan. Aku harus berdiri teguh dan bersaksi untuk Tuhan dan mempermalukan Iblis! Jadi, aku dengan tegas menolak proposal bisnis temanku.
Hari ini, aku menghabiskan lebih banyak waktuku untuk percaya kepada Tuhan dan mengejar kebenaran. Di gereja, aku juga melakukan yang terbaik untuk memenuhi tugasku sebagai makhluk ciptaan, aku telah memercayakan urusan bisnisku kepada Tuhan. Aku tidak lagi berjuang dengan kekuatanku sendiri dalam menjalankan bisnis, tetapi sebaliknya menaati rencana dan pengaturan Tuhan. Kadang-kadang, saat aku menyebarkan injil bersama saudara-saudariku, aku membawa orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama denganku dan hidup dalam siksaan ke hadapan Tuhan. Ketika aku akhirnya melepaskan pengejaran kekayaan di hatiku, aku tidak hanya merasakan kebebasan spiritual dan pelepasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya, aku juga mengalami salah satu keajaiban Tuhan. Kadang-kadang, aku sibuk sekali menyebarkan injil sehingga tidak punya waktu untuk mengawasi tokoku, tetapi setelah itu, pelangganku mendatangiku secara pribadi untuk membeli barang-barang. Kadang-kadang aku pergi berhari-hari tanpa bisnis apa pun, tetapi setiap bulan, beberapa pelanggan tetap memesan dalam jumlah besar, dan aku masih melakukan tingkat bisnis yang sama. Ini membuatku melihat bahwa semua hal sudah diatur oleh Tuhan, dan berapa banyak kekayaan yang kita miliki bukanlah sesuatu yang dapat kita andalkan pada upaya kita sendiri. Ini adalah sesuatu yang sepenuhnya pemberian Tuhan kepada kita. Dalam waktu yang terasa sekejap, aku telah percaya kepada Tuhan selama bertahun-tahun. Dengan membaca firman Tuhan, aku benar-benar mengalami bahwa hanya Tuhan yang benar, jalan dan hidup-Nya, hanya Tuhan yang bisa membawa terang kepada manusia, hanya dengan menyembah Tuhan, mengejar kebenaran, beralih dari pandangan kita yang keliru tentang berbagai hal, dan membiarkan firman Tuhan menjadi pemandu kita dalam bertindak kita dapat benar-benar mulai berjalan di jalan yang benar dalam kehidupan dan menjalani kehidupan yang bermakna. Terima kasih Tuhan!
- Catatan Editor
-
Rekomendasikan kolom "Renungan Harian" untuk menyediakan Anda artikel-artikel saat teduh, bacaan Alkitab, dan konten lainnya untuk memperkaya kehidupan rohani Anda. Jika Anda masih memiliki masalah atau kebingungan dalam kehidupan iman Anda, silakan hubungi kami melalui messenger atau WhatsApp, kami akan membahas dan berkomunikasi dengan Anda.