Perilaku yang tidak dapat menaati-Ku sepenuhnya adalah pengkhianatan. Perilaku yang tidak bisa setia kepada-Ku adalah pengkhianatan. Menipu Aku dan menggunakan kebohongan untuk menipu-Ku adalah pengkhianatan. Memendam banyak gagasan dan menyebarkannya ke mana-mana adalah pengkhianatan. Tidak mampu menjunjung tinggi kesaksian-Ku dan kepentingan-Ku adalah pengkhianatan. Mempersembahkan senyuman palsu padahal hatinya jauh dari-Ku adalah pengkhianatan. Semua ini adalah tindakan pengkhianatan yang selalu mampu engkau semua lakukan, dan semua ini adalah hal yang lazim di antaramu. Mungkin tak seorang pun di antaramu menganggap ini sebagai masalah, tetapi bukan itu yang Kupikirkan. Aku tidak bisa menganggap pengkhianatan orang terhadap-Ku sebagai persoalan yang sepele, dan Aku tentu saja tidak bisa mengabaikannya. Sekarang ini, saat Aku bekerja di tengah-tengahmu, engkau semua berperilaku seperti ini—jika hari itu tiba saat tak ada yang mengawasimu, bukankah engkau semua akan menjadi para penjahat yang menyatakan dirimu sendiri sebagai raja? Ketika itu terjadi, dan engkau semua menyebabkan terjadinya bencana, siapa yang akan membereskan kekacauanmu? Engkau semua mungkin berpikir bahwa beberapa tindakan pengkhianatan hanyalah insiden yang sesekali dan bukan perilaku tetapmu, dan tidak pantas dibahas seserius ini, dengan cara yang melukai harga dirimu. Jika engkau semua benar-benar berpikir seperti itu, artinya engkau tidak punya kesadaran. Berpikir demikian berarti menjadi contoh atau tipe khas pengkhianatan. Natur manusia adalah hidupnya; natur manusia merupakan prinsip yang ia andalkan untuk bertahan hidup, dan ia tidak dapat mengubahnya. Natur pengkhianatan pun sama—jika engkau dapat melakukan sesuatu untuk mengkhianati seorang kerabat atau teman, ini membuktikan bahwa natur pengkhianatan adalah bagian dari hidupmu dan merupakan natur yang engkau miliki sejak lahir. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal oleh siapa pun. Misalnya, jika seseorang gemar mencuri barang orang lain, maka "kegemaran mencuri" ini adalah bagian dari hidup mereka, meskipun mereka hanya sesekali saja mencuri, dan kadang-kadang mereka tidak mencuri. Terlepas dari apakah mereka mencuri atau tidak, hal itu tidak dapat membuktikan bahwa tindakan pencurian mereka hanyalah sejenis perilaku. Sebaliknya, ini membuktikan bahwa tindakan pencurian mereka adalah bagian dari hidup mereka—yakni natur mereka. Beberapa orang akan bertanya: Karena itu sudah menjadi natur mereka, lantas mengapa mereka terkadang melihat barang bagus namun tidak mencurinya? Jawabannya sangat sederhana. Ada banyak alasan mengapa mereka tidak mencuri. Mereka mungkin tidak mencuri karena barangnya terlalu besar untuk diambil di bawah pengawasan, atau karena tidak ada waktu yang tepat untuk bertindak, atau barang itu terlalu mahal, dijaga terlalu ketat, atau mungkin mereka tidak terlalu tertarik pada barang tersebut, atau tidak tahu apa kegunaan barang tersebut bagi mereka, dan sebagainya. Semua ini bisa menjadi alasannya. Namun apa pun alasannya, entah mereka mencuri sesuatu atau tidak, hal itu tidak dapat membuktikan bahwa pemikiran ini muncul untuk sesaat, atau hanya terlintas dalam sekejap. Sebaliknya, ini adalah bagian dari natur mereka yang sulit untuk diubah. Orang seperti itu tidak puas hanya dengan satu kali mencuri; pemikiran untuk mengklaim milik orang lain sebagai milik mereka muncul setiap kali mereka menemukan sesuatu yang bagus, atau situasi yang cocok. Itulah sebabnya Kukatakan bahwa asal mula pemikiran ini bukanlah sesuatu yang hanya muncul sesekali, melainkan sudah berada dalam natur orang itu sendiri.
—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Masalah yang Sangat Serius: Pengkhianatan (1)"