Banyak sudah malam-malam tanpa tidur yang telah diderita Tuhan demi pekerjaan umat manusia. Dari tempat yang tinggi sampai ke kedalaman yang paling rendah, Dia telah turun ke neraka hidup tempat manusia tinggal untuk melewati hari-hari-Nya bersama manusia, tidak pernah mengeluh tentang kejorokan di antara manusia, tidak pernah mencela manusia karena ketidaktaatannya, tetapi menanggung penghinaan terbesar sementara Dia melakukan pekerjaan-Nya sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan menjadi milik neraka? Bagaimana mungkin Dia menghabiskan hidup-Nya di neraka? Tetapi demi semua umat manusia, agar seluruh umat manusia dapat menemukan istirahat lebih cepat, Dia telah menanggung penghinaan dan menderita ketidakadilan untuk datang ke bumi, dan secara pribadi masuk ke dalam "neraka" dan "dunia orang mati," ke dalam sarang harimau, untuk menyelamatkan manusia. Bagaimana mungkin manusia berhak untuk menentang Tuhan? Alasan apa yang dimilikinya untuk sekali lagi mengeluh tentang Tuhan? Bagaimana ia masih memiliki nyali untuk memandang Tuhan lagi? Tuhan dari surga telah datang ke negeri yang paling kotor dan jahat ini, tanpa pernah melampiaskan keluhan-Nya, atau berkeluh-kesah tentang manusia, tetapi sebaliknya dengan tenang menerima kerusakan dan penindasan yang disebabkan manusia. Tidak pernah Dia membalas tuntutan-tuntutan manusia yang keterlaluan, tidak pernah Dia menuntut manusia secara berlebihan, dan tidak pernah Dia membuat tuntutan yang tidak masuk akal terhadap manusia. Dia hanya melakukan semua pekerjaan yang dikehendaki oleh manusia tanpa mengeluh: mengajar, mencerahkan, menegur, memurnikan lewat firman, mengingatkan, menasihati, menghibur, menghakimi, dan mengungkapkan. Manakah dari langkah-langkah-Nya yang bukan demi kehidupan manusia? Meskipun Dia telah menghapus harapan dan nasib manusia, langkah-langkah manakah yang dilakukan Tuhan yang bukan demi nasib manusia? Yang manakah dari langkah-langkah itu bukan demi kelangsungan hidup manusia? Yang manakah dari langkah-langkah itu bukan untuk membebaskan manusia dari penderitaan dan penindasan kekuatan kegelapan yang kelam bagaikan malam? Yang manakah dari langkah-langkah itu bukan demi manusia? Siapakah bisa memahami hati Tuhan, yang seperti seorang ibu yang penyayang? Siapakah bisa memahami hati Tuhan yang penuh semangat? Hati Tuhan yang penuh semangat dan pengharapan-Nya yang kuat telah dibalas dengan hati yang dingin, dengan mata yang tak berperasaan dan tak peduli, dengan teguran dan hinaan yang berulang-ulang dari manusia, dengan ucapan yang tajam, sarkasme, dan penghinaan, semua itu dibalas dengan cemoohan manusia, dengan injakan dan penolakan, dengan kesalahpahaman, rintihan, kerenggangan, dan sikap menghindar dari manusia, tidak dengan apa pun kecuali kebohongan, serangan, dan kepahitan. Kata-kata yang penuh kehangatan telah disambut dengan alis yang mengancam dan perlawanan yang dingin dari seribu jari yang bergoyang-goyang. Tuhan hanya dapat bertahan, dengan kepala tertunduk, melayani manusia seperti sapi yang menurut. Sudah berapa banyak matahari dan bulan, sudah berapa kali bintang-bintang dihadapi-Nya, sudah berapa kali Dia berangkat pada waktu fajar dan kembali pada senja hari, berputar-putar dan berbalik, menanggung penderitaan yang seribu kali lebih besar daripada rasa sakit karena kepergian-Nya dari Bapa-Nya, menahan serangan dan penghancuran manusia, penanganan dan pemangkasan manusia. Kerendahan hati dan ketersembunyian Tuhan telah dibalas dengan prasangka manusia, dengan pandangan dan perlakuan yang tidak adil dari manusia. Anonimitas, kesabaran, dan toleransi-Nya telah dibalas dengan tatapan serakah dari manusia. Manusia berusaha menindas Tuhan sampai mati, tanpa rasa bersalah sedikit pun, dan berusaha menginjak Tuhan masuk ke dalam tanah. Sikap manusia dalam memperlakukan Tuhan merupakan salah satu "kepandaian yang langka," dan Tuhan, yang ditindas dan dipandang rendah oleh manusia, dihancurkan sampai rata di bawah kaki puluhan ribu orang sementara manusia sendiri meninggikan diri, seolah-olah ia akan menjadi raja di istana, seolah-olah ia ingin merebut kekuasaan mutlak, menjalankan kekuasaan dari balik layar, membuat Tuhan menjadi sutradara yang bertanggung jawab dan taat aturan di balik layar, yang tidak diperkenankan untuk melawan atau menimbulkan masalah. Tuhan harus memainkan peran Kaisar Terakhir, Dia harus menjadi boneka, tanpa kebebasan sama sekali. Perbuatan manusia sungguh tak terkatakan, jadi bagaimana ia berhak untuk menuntut ini atau itu dari Tuhan? Bagaimana ia berhak untuk mengajukan saran-saran kepada Tuhan? Bagaimana ia berhak untuk menuntut agar Tuhan bersimpati dengan kelemahannya? Bagaimana ia pantas menerima belas kasihan Tuhan? Bagaimana ia pantas menerima kemurahan hati Tuhan berulang kali? Bagaimana ia pantas menerima pengampunan Tuhan berulang kali? Di manakah hati nuraninya? Ia telah menghancurkan hati Tuhan sejak lama, ia telah lama membiarkan hati Tuhan hancur berkeping-keping. Tuhan datang di antara manusia dengan gembira dan penuh semangat, berharap bahwa manusia akan murah hati kepada-Nya, meskipun hanya dengan sedikit kehangatan. Namun hati Tuhan tidak cepat dihibur oleh manusia, yang diterima-Nya hanyalah serangan dan siksaan yang semakin bertambah dengan cepat; hati manusia terlalu rakus, keinginannya terlalu besar, ia tidak pernah bisa dipuaskan, ia selalu jahat dan membabi buta, ia tidak pernah memberi Tuhan kebebasan atau hak untuk berbicara, dan tidak memberikan pilihan apa pun kepada Tuhan selain tunduk pada penghinaan, dan membiarkan manusia untuk memanipulasi diri-Nya sesuai dengan keinginannya.
—Firman, Vol. 1, Penampakan dan Pekerjaan Tuhan, "Pekerjaan dan Jalan Masuk (9)"